Jakarta, Otomania – Meski sudah ditetapkan sejak lama (UU Nomor 22 tahun 2009), pasal dan sanksi mengenai modifikasi baru saja ramai diperbincangkan. Pihak kepolisian sendiri belum memberikan penjelasan jelas terkait pasal tersebut.
Selain tercantum di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 52 ayat 1, aturan modifikasi ini juga terdapat pada Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2012, pada pasal 131 huruf e.
Di situ tertulis, kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut, harus melalui penelitian rancang bangun.
Namun, ketentuan modifikasi tersebut tidak menyertakan gambar contoh. Sehingga belum ada bayangan pasti seperti apa ubahan yang diperbolehkan atau tidak.
Judhy Goutama, Senior Manager Brand Activation Department AHM mengatakan kepada Otomania, dalam aturan ini seharusnya pemerintah tidak hanya melarang, tapi memeberikan jalan keluarnya. Jadi kreativitas para modifikator tidak terbendung.
“Seperti misalnya yang saya pelajari dari Jepang, mereka juga memiliki aturan modifikasi, seperti yang saya tahu misalnya semua rumah modifikasi mengantongi surat izin dari pemerintah. Kemudian diatur petunjuk teknisnya. Jadi kalau memang ingin mengatur jangan lupa untuk juga memberikan jalan keluar,” ujar Judhy.
Judhy coba bersikap positif, menurutnya pemerintah melalui Korlantas Polri misalnya, tidak ada tujuan untuk mematikan kreativitas modifikator. Namun, lebih kepada menciptakan keselamatan berkendara di jala raya.
“Tidak ada ke arah situ nampaknya (mematikan kreativitas). Tapi jangan lupa juga untuk memberikan jalan keluarnya,” ujar Judhy bersemangat.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR