Jakarta, Otomania – Klakson jadi salah satu komponen wajib pada kendaraan bermotor, roda dua ataupun empat. Namun, penggunaannya tidak bisa dilakukan sembarangan, seperti mengintimidasi pengendara lain atau hal yang tidak perlu lainnya.
“Tidak dibenarkan menggunakan klakson untuk mengekspresikan kondisi emosi pengendara. Terlebih lagi sebagai alat intimidasi,” ujar Bintarto Agung, Presiden Direktur Indonesia Defensive Driving Center kepada Otomania, Jumat (3/7/2015).
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, etika penggunaan klakson sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1993. Tepatnya pada Bagian Kelima pasal 71, ada beberapa hal yang boleh dan dilarang terkait fitur isyarat bunyi.
Berikut etika penggunaan klakson pada pasal 71.
1. Isyarat peringatan dengan bunyi yang berupa klakson dapat digunakan apabila:
a. Diperlukan untuk keselamatan lalu lintas;
b. Melewati kendaraan bermotor lainnya.
2. Isyarat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilarang digunakan oleh pengemudi:
a. Pada tempat-tempat tertentu yang dinyatakan dengan rambu-rambu.
b. Apabila isyarat bunyi tersebut mengeluarkan suara yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.
Khusus untuk poin pada ayat dua bagian (b), suara klakson yang tidak sesuai ketentuan, akan mendapatkan sanksi tegas. Ini sesuai dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 pasal 285 ayat satu, setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, salah satunya klakson, akan dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda Rp250.000.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR