Jakarta, Otomania.com – Ganti knalpot racing atau free flow biar sepeda motor makin bertenaga dan keren seakan sudah jadi modifikasi standar buat model sport. Tapi jangan lupa, beralih ke knalpot racing wajib diikuti penyesuaian kinerja mesin.
Masalahnya, knalpot racing didesain tanpa catalytic converter jadinya buangan gas lega. Alhasil, kalau mau dapat tenaga lebih maka asupan bahan bakar minyak (BBM) dan udara juga perlu diperbaiki.
Menurut M Abidin GM Aftersales Division and Motorsport Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), kondisi motor sport standar di dalam negeri kebanyakan sudah Euro 3. Kondisi perbandingan campuran BBM dengan udaranya (AFR/Air Fuel Ratio) bersih, bahkan dikatakan sampai 14:1, artinya satu molekul BBM akan terbakar dengan 14 molekul udara.
Kalau pada motor “jadul” alias masih pakai karburator, oprek asupan BBM dan udara tinggal putar obeng. Nah, buat motor sport modern sudah mengadopsi Electronic Control Unit (ECU) yang mengatur pengapian, semprotan injeksi BBM, dan asupan udara, jadi perlu trik khusus.
Cara main ECU sudah diatur dari pabrikan, buat diutak-utik butuh biaya besar dan waktu lama. Biar lebih mudah, setelah ganti knalpot, gunakan perangkat tambahan piggyback yang tugasnya memberikan data seting baru ke ECU. Fungsi itu yang sering kali bikin piggyback disebut penipu ECU.
Pemakaian piggyback disarankan oleh Abidin untuk menghindari kondisi lean atau miskin suplai BBM yang biasanya terjadi kalau motor sport setelah ganti knalpot racing. Dampak penggunaan membuat aliran bahan bakar sesuai dan bikin temperatur mesin tidak tinggi cenderung overheat.
“BBM itu fungsinya bukan cuma terbakar di ruang mesin tetapi juga sebagai pendingin. Kalau melihat efek venturi ke throttle body itu 15 derajat lebih dingin dibanding suhu luar,” kata Abdin via telepon, Jumat (17/2/2017).
Dampak panas berlebihan pada mesin tentu saja punya konsekuensi, yaitu memperpendek usia komponen. Kadang yang jadi masalah juga, kondisi lean memengaruhi suara knalpot racing menjadi semakin kencang atau bernada tinggi. Ada bikers yang suka suara seperti itu, tapi jelas jadi kenikmatan sesaat sebab mesin kena risiko.
Editor | : | Agung Kurniawan |
KOMENTAR