Jakarta, Otomania - Keselamatan berlalu lintas di kurikulum pemerintah menjadi topik yang diangkat, dalam rangka menyambut hari Ulang Tahun Lalu Lintas ke-61. Dengan penekanan sejak usia dini, dipercaya menjadi jurus pamungkas menciptakan generasi yang taat dan disiplin.
Upaya kepolisian untuk menekan angka kecelakaan terhadap anak kecil akan digenjot melalui kurikulum di sekolah. Meski langkah ini dinilai baik, namun Nona Pooroe sebagai Psikolog dan pemerhati anak, menjelaskan bahwa tidak perlu sampai membuat suatu materi pembelajaran khusus.
"Memang penting, tapi hal ini bisa dilakukan dengan cara mencampurkan dengan mata pelajaran yang sudah ada. Biarkan guru memberikan wawasan berlalu lintas melalui media pembelajaran yang sudah tersedia atau menjadikannya bagian dari kegiatan ekstra kulikuler, dengan begitu anak-anak akan mudah menangkap," ucap Nona kepada Otomania, Rabu (24/8/2016).
Menurutnya, dengan memberikan kurikulum khusus kurang menjadi hal yang tepat, karena tidak semua anak-anak menggunakan kendaraan bermotor. Sebagian banyak anak-anak di pinggiran Jakarta ada yang masih berjalan kaki atau pun naik angkot untuk menuju sekolah.
Hal ini juga berlaku untuk batasa usai. Nona menjelaskan, anak tiga tahun dengan 12 tahun tidak bisa disamakan cara komunikasinya, harus ada metode berbeda agar pesan yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik.
"Anak tiga tahun mungkin masih bisa meniru, tapi yang sudah tujuh sampai 12 itu tidak bisa dipukul rata. Mereka (anak di atas tiga tahun) sudah pasti melalui proses pembelajaran dibandingkan anak tiga tahun, artinya merka sudah lebih sering melihat atau bahkan melakukan. Harus diingat, akan jauh lebih mudah mengajarkan sesuatu yang baru dibandingkan untuk mengulang kembali ke pelajaran awal," papar Nona.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR