Jakarta, Otomania - Pengendara green driver, atau orang yang baru saja beralih menggunakan mobil setelah sebelumnya menggunakan sepeda motor, saat ini cukup banyak. Populasinya berjalan seiring dengan tingginya penjualan mobil yang umum terjadi pada bulan Ramadhan.
Meski secara dasar sudah bisa mengendarai mobil, tetapi pola dan sifatnya belum terbentuk dengan baik. Akibatnya, gaya berkendara atau perilakunya masih seperti saat mereka mengendarai motor.
"Sebenarnya mereka tidak ugal-ugalan, tapi karena belum terbiasa mengendarai mobil, jadi terlihat seperti itu. Bahkan ada yang masuk tol saat nyetir masih gemetaran. Bila melihat situasi seperti ini, baiknya penguna jalan lain pintar-pintar menjaga jarak aman, karena biasanya mereka sering melakukan gerakan yang sifatnya spontan sehingga membuat kaget," ucap Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Center (JDDC), kepada Otomania, Selasa (14/6/2016).
Di negara berkembang seperti Singapura, para pengendara kategori green driver biasanya diberikan kode huruf "P" baik pada SIM maupun mobilnya. Kode "P" ini memiliki arti sebagai probation period, artinya mereka masih dalam tahap uji coba dan pengawasan. Kondisi ini berlangsung selama 18 bulan. Bila mereka ketahuan melanggar maka sanksinya harus melakukan uji ulang, atau parahnya SIM langsung dicabut.
Menurut Jusri, ada beberapa ciri untuk mengetahui sifat dan karakter para pengendara green driver. Hal ini penting untuk diperhatikan untuk mengantisipasi risiko yang bisa saja terjadi.
Antara lain adalah sering terlihat kagok saat berkendara, suka mengerem mendadak, suka berpindah jalur, dan suka berjalan pelan bahkan saat berada di jalur cepat. Selain itu, mereka juga suka bermanuver tanpa adanya aba-aba untuk pengguna jalan lain, kurang perhitungan, dan mudah panik.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR