Tercatat Sudah Ada 85 Ribu Pemudik Masuk ke Jogja, 1.433 di Antaranya dari Zona Merah

Adi Wira Bhre Anggono - Senin, 4 Mei 2020 | 17:10 WIB

Petugas melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan dengan plat nomor luar wilayah yang melintas memasuki perbatasan di Posko Terpadu Penanganan Covid-19 jalan raya Yogyakarta-Magelang, Tempel, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (12/4/2020). Petugas memberhentikan dan mendata asal dan tujuan penggendara, memeriksa suhu tubuh dan memeriksa penggunaan masker (Adi Wira Bhre Anggono - )

Otomania.com - Dari catatan Dinas Perhubungan (Dishub) Yogyakarta, setidaknya sudah ada 85.876 pemudik yang masuk wilayah DIY.

Angka tersebut merupakan rekapitulasi jumlah pemudik yang diperoleh dari hasil pendatatan antara tanggal 1 April hingga 2 Mei 2020.

Dari jumlah tersebut, 1.433 orang di antaranya merupakan pemudik yang berasal dari zona merah.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Tavip Agus Rayanto, Minggu (3/5/2020), saat dihubungi Tribun Jogja.

Tavip merinci, ada 75.001 pemudik dengan angkutan umum atau 87 persen dan 10.875 pemudik dengan angkutan pribadi atau 13 persen.

Baca Juga: Ahli Epidemiologi Katakan Perlu Ada PSBB Nasional, Jubir Pemerintah: Indonesia Bisa Pulih Setelah Juli

Adapun angkutan umum yang dimaksud terdiri atas pesawat (Bandara YIA dan Adi Sucipto), kereta api (Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, dan Wates), maupun bus (Terminal Jombor, Giwangan, dan Wates).

Dari jumlah tersebut, hingga Senin (27/4/2020) asal pemudik didominasi dari Jabodetabek, yakni mencapai 87 persen.

Namun, dari pencatatan di tiga pos perbatasan (Prambanan, Tempel, dan Congot) serta Terminal Jombor dan Wates sejak 11 April 2020 hingga 2 Mei 2020 pemudik Jabodetabek menurun drastis, yakni hanya 6,7 persen atau 1.433 orang.

Baca Juga: Kronologi Kecelakaan McLaren di Tol Jagorawi Versi Polisi, Mobil Rp 6 Miliar Hancur Pengemudi Cuma Luka Ringan

“Pesawat dan kereta sudah off, kalau bus hanya 5 persen dari zona merah dan kendaraan pribadi 10 persen dari zona merah. Sisanya berasal dari non zona merah, yakni sebesar 13.616 orang,” ujar Tavip.

Setelah larangan mudik dari Presiden Joko Widodo diberlakukan pada 24 April 2020, Tavip mengatakan jumlah pemudik mengalami penurunan.

Namun, pihaknya belum dapat menghitung penurunannya. “Karena kereta api dan pesawat sudah dihentikan,” imbuhnya.

Baca Juga: Kecelakaan Hebat, McLaren MP4 Nyaris Tak Berbentuk, Tergeletak di Pinggir Ruas Tol Jagorawi

Menurut Tavip, bus saat ini juga tidak lagi didominasi dari Jabodetabek. Sebab, bus dari wilayah tersebut sudah dilarang, walaupun masih ada beberapa dari sana.

“Pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 tahun 2020 di pasal 18 mengatur ada tiga pengendalian transportasi.

Yaitu, berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia, artinya seluruh provinsi.

Kedua, mengikat untuk daerah yang sudah PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Ketiga, mengatur tata cara orang mudik,” jelasnya.

Baca Juga: Sang Ayah Yakin Valentino Rossi Masih Bisa Balapan Sampai 4 Tahun Lagi

“Jadi orang mau mudik boleh, tetapi harus membawa surat keterangan dokter. Beli tiketnya harus online.

Di terminal bus harus physical distancing, antre nggak boleh berjubel. Intinya dia harus mengikuti protokol.

Di bus, ada hand sanitizer, masker, menurunkan penumpang harus di terminal, nggak boleh di sembarang tempat,” sambungnya.

Sementara untuk kendaraan pribadi, lanjut Tavip, motor tidak boleh berboncengan. Hanya bisa untuk satu orang.

Baca Juga: Lagi-lagi Truk Jadi Andalan, Pasutri ini Sembunyikan Mobil di Bak, Bayar Rp 2 Juta Demi Bisa Mudik

Mobil dengan lima seat hanya boleh diisi dua orang, sementara mobil tujuh seat hanya boleh tiga orang.

75 Kendaraan Putar Balik

Sejak Minggu (26/4/2020), Tavip mengatakan Gubernur DIY memerintahkan untuk berlaku tegas pada pembatasan pemudik di DIY. “Sultan perintahkan pada saya untuk berlaku tegas di DIY mulai Minggu (26/4/2020),” tandas Tavip.

Instruksi tersebut dituangkan dalam surat edaran (SE) Gubernur DIY Nomor 5 tahun 2020. SE tersebut ditujukan pada dua institusi pokok, yakni Bupati/Walikota se-DIY dan Dishub.

Baca Juga: Suka Ada Suara Bising di Audio Mobil, Dari Mana Sih? Bisa Jadi Ini Penyebabnya

“Tugas saya dua hal, pertama melaksanakan protokol kesehatan di daerah-daerah perbatasan. Kedua, yang nekat datang dari zona merah kalau tidak mau dikembalikan harus dikarantina secara khusus, tidak di rumah. Semisal di Karangwuni atau di gedung Asrama Haji,” papar Tavip.

Namun demikian, menurut Tavip, hingga Sabtu (2/5/2020) semua kendaraan di perbatasan yang berasal dari zona merah bersedia untuk putar balik. Hingga tanggal tersebut sudah ada 75 kendaraan yang diminta putar balik, yakni 3 sepeda motor, 62 mobil penumpang, 3 pick up, 1 mini bus/travel, dan 6 bus.

Tavip mengungkapkan, hingga saat ini Plt Menteri Perhubungan masih melarang daerah yang belum memberlakukan PSBB untuk memberi sanksi.

Baca Juga: Maling Ngelawak, RX-King Hasil Curian Kok Dipakai Buat Balap Liar, Ya Ketahuan Lah Waktu Razia

“Dari Jakarta suka tidak suka saya suruh putar balik. Pengecekan tidak berbasis plat, karena bisa saja platnya bukan Jakarta. Tetapi dari bawaan, dari mobilnya, dari identitas KTP,” urainya.

Sementara, bagi pemudik dari selain zona merah Dishub DIY memperketat dari sisi physical distancing. Semisal, suami istri yang tadinya semua duduk di depan, istri akan disuruh pindah ke belakang.

“Bus dilarang. Bus AKAP yang melanggar kita catat. Sepeda motor pun dari Jakarta kita suruh putar balik. Meski jalan tikus itu banyak, tetapi pencatatan berikutnya bisa dilakukan di tingkat RT,” tandasnya.

Baca Juga: Tak Bisa Seenaknya, Pemudik yang Nekat Keluar Jakarta Terancam Tak Bisa Balik Lagi Dalam Waktu Dekat

Perlu Data Konkrit Setiap Pemudik

Menanggapi apa yang disampaikan Tavip, Ispriyatun Katir Triatmojo, Anggota Komisi C DPRD DIY mengungkapkan dari data korban Covid-19 saat ini dari yang sembuh sudah melampaui jauh korban yang meninggal.

“Saya kira penanganan sudah lumayan baik,” ucapnya.

Katir mengajak masyarakat untuk bersama-sama bersatu melawan Covid-19 di DIY.

Dia mengatakan, untuk pendatang yang masuk ke DIY diperlukan data yang konkrit. “Kami sangat mengharapkan pendataan atau scanning tadi harus dibarengai data konkrit mau masuk ke DIY untuk apa.

Baca Juga: Pindahkan Braket Plat Nomor All New NMAX, Cuma Rp 100 Ribu Windshield Bersih

Apakah murni mudik, PHK, atau dirumahkan? Kalau dirumahkan pasti akan kembali ke pekerjaannya. Kalau PHK nanti urusannya dengan masa depannya,” ungkap Katir.

Katir mengatakan data ini diperlukan karena menyangkut dana APBD dan dana desa. “Provinsi atau pun desa. Jangan sampai double atau ada yang nggak dapat,” ujarnya.

Terkait penjagaan daerah perbatasan yang dilakukan oleh provinsi, yakni di Prambanan, Tempel, dan Congot Katir mengaku sangat mendorong hal itu.

Baca Juga: Kronologi Kecelakaan McLaren di Tol Jagorawi Versi Polisi, Mobil Rp 6 Miliar Hancur Pengemudi Cuma Luka Ringan

“Kami sangat mendorong kebijakan pembatasan ini. Prambanan, Tempel, Congot yang dari provinsi. Kalau bisa ini ditambah. Misalnya dari arah timur, dari Klaten ke Jogja,” tuturnya.

Katir juga mengajak masyarakat agar melakukan tiga hal. “Manuto, artinya marilah kita ikuti anjuran dari pemerintah. Menengo, di rumah saja, jangan keluar dulu. Dungo, kita minta pada Allah SWT agar wabah ini segera sirna,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul "85 Ribu Pemudik Sudah Masuk Yogya, 1433 Di Antaranya Berasal dari Zona Merah".