Sehingga saat sensor rem ABS mendeteksi cakram dan ban tidak berputar dengan kondisi motor masih melaju, maka ia akan meneruskan informasi ke Electric Control Unit (ECU).
Setelah itu, ECU akan memerintahkan kaliper yang menjepit cakram agar melonggarkan cengkeramannya sehingga ban kembali berputar.
Kondisi tersebut terjadi dalam hitungan sepersekian detik. Lalu rem akan otomatis aktif kembali sehingga laju motor bisa dihentikan.
Lebih amannya lagi, handling motor dengan rem ABS juga tetap terjaga dan stabil dalam kondisi pengereman mendadak.
Jadi secara simpelnya, kerja rem ABS mirip seperti saat pengendara mengocok rem namun kerjanya bersifat otomatis.
Beralih ke rem CBS alias Combi Brake System, awalnya merupakan istilah yang dipakai oleh motor Honda. Rem CBS kalau diartikan adalah sistem pengereman kombinasi antara rem belakang dan depan.
Cara kerja rem CBS lebih sederhana dari rem ABS lantaran hanya mengandalkan sistem mekanikal.
Oleh sebab itu, motor Honda dengan rem CBS memiliki tuas rem sebelah kiri dengan equalizer yang bercabang ke dua kabel.
Dua kabel ini, terdiri dari satu kabel langsung ke rem belakang dan satu kabel lagi ke kabel konektor.
Baca Juga: Kenapa Yamaha Grand Filano Hadir Tanpa Fitur ABS? Ini Penjelasanya
Kabel konektor tersebut bekerja dengan cara menarik knocker untuk mendorong piston hidrolik di master rem depan.
Tapi selain itu, ada juga rem CBS yang mengandalkan sistem kerja hidrolis dengan master rem belakangnya yang punya dua selang.
Satu selangnya akan mendorong piston rem belakang, sementara selang satunya lagi untuk mendorong piston rem depan.
Kombinasi perangkat tersebut, membuat pengereman jadi lebih efisien. Sebab saat pengendara menekan handle rem belakang akhirnya akan ikut mengaktifkan rem depan secara otomatis.
Karena berfungsi dengan part mekanikal, motor dengan rem CBS jadi dibanderol lebih terjangkau dibanding yang memiliki rem ABS.
Ambil contoh Honda ADV 160 varian CBS dibanderol Rp 36 juta, sedangkan varian ABS dijual Rp 39,25 juta on the road Jakarta.
Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR