"Dibangun oleh Eyang Mangun Dimejo. Waktu itu Beliau menjabat sebagai perabot atau lurah di Kelurahan Pundong Lama," ujar Widagdo Marjoyo, anak kedua almarhum Mijosastro yang merupakan pemilik Ndalem Mijosastran, saat ditemui di lokasi, Senin (10/08/2020).
Selain menjadi markas, rumah berbentuk limasan ini juga sebagai tempat untuk menyimpan logistik untuk tentara Indonesia.
Belanda saat itu bermarkas di Cebongan, Sleman, mengetahui Ndalem Mijosastran dijadikan markas oleh tentara Indonesia. Alhasil, Belanda membakar rumah tersebut.
"Rumah ini dulu dibakar Belanda, logistik yang disimpan juga hangus terbakar, seperangkat gamelan juga. Hanya menyisakan sebagaian kecil rumah dibelakang itu yang tidak terbakar," beber Widagdo.
Baca Juga: Avanza Tabrak Mobil Lain Malah Kebakaran Sampai Tak Tersisa, Kejadian di Tol Cipali
Pada 22 Oktober 1959, secara perlahan-lahan, Mijosastro kembali membangun rumah yang dibakar oleh Belanda.
Mijosastro pernah menjadi anggota Tentara Indonesia pada masa perjuangan. Dia juga pernah ditangkap oleh pasukan Belanda dan dipenjara.
"Bapak pernah ditangkap Belanda dan di penjara di Kota sana, di penjara sekitar tiga bulan. Terdaftar juga sebagai anggota Veteran Republik Indonesia" tegasnya.
Dijelaskanya bantuk bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini Limasan dengan empat sirah, terdiri dari rumah pokok, gandhok, pringgitan serta dapur, sumur dan kamar mandi.
"Tanah lebar 31 meter, panjang 64 meter. Bangunan lebar 26 meter dan panjang 34 meter," urainya.
Editor | : | Adi Wira Bhre Anggono |
Sumber | : | Kompas.com |
KOMENTAR