Otomania.com - Komponen penambah tenaga pada mobil yang sering digunakan adalah supercharger dan turbocharger. Keduanya sama-sama memaksakan udara lebih banyak masuk ke mesin, tapi prinsipnya beda.
Supercharger awalnya hanya menjadi alat untuk meniupkan angin ke tungku pembuat besi yang diciptakan kakak beradik Philander dan Francis Marion Roots dari Connersville, Indiana AS, tahun 1860.
Supercharger butuh sumber putaran untuk menggerakkan komponennya, berupa sepasang lobe dengan rongga (roots supercharger) atau berupa ulir (twin scroll supercharger).
(BACA JUGA: Penjelasan Ilmiah Dilarang Memotret di Area SPBU)
Sumber putarannya diambil dari mesin, dan rata-rata supercharger mengambil sampai sepertiga daya mesin. Makanya, banyak yang bilang supercharger kurang efisien dibanding turbocharger.
Meski kurang efisien, efeknya supercharger bekerja lebih spontan karena boost udara terjadi sejak stasioner dan putaran rendah.
Nah, kalau turbocharger, awalnya digunakan untuk Perang Dunia II. Diciptakan oleh insinyur Swiss, Alfred Buchi yang lalu mematenkannya pada 1905.
Kemudian pada 1960, pertama kalinya turbocharger dipakai pad mobil. Turbocharger atau lebih akrab dengan sebutan turbo, dianggap lebih efisien dari supercharger.
(BACA JUGA: Polisi Tidur yang Bisa 'Bangun' Sendiri Kalau Ada Kendaraan Ngebut)
Sebab, kipas turbinnya diputar memakai gas buang knalpot, atau tak memakai tenaga mesin. Namun dia juga punya kekurangan, yakni ada jeda antara pedal gas diinjak, sampai turbin berputar maksimal.
Jeda waktu ini biasa disebut turbo lag. Hal itu terjadi pada putaran rendah karena hembusan gas buang masih kecil. Saat putaran naik dan hembusan gas buang membesar, barulah turbo bekerja dan tenaga pun meningkat.
Selain itu, turbin turbo yang terkena gas buang menjadi panas dan udara yang masuk pun ikut panas. Nah, untuk mendinginkannya dipakailah intercooler. Tapi intercooler sendiri juga dapat dipasang di supercharger.
Editor | : | Donny Apriliananda |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR