Jakarta, Otomania - Dampak akan pamitnya Ford Motor Indonesia (FMI) masih berbuntut panjang. Enam grup resmi penjualan dan servis Ford di Indonesia melayangkan somasi kedua dan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada PT Ford Motor Indonesia (FMI), Ford Motor Company (FMC) Amerika dan Ford International Services (FIS).
Tindakan sewenang-wenang yang dimaksud adalah pemutusan sepihak setelah para badan usaha penjualan Ford di Indonesia. Padahal, mereka sudah melakukan investasi dan bekerja keras untuk mendukung bisnis Ford di Tanah Air.
"Tindakan penutupan ini adalah hal yang tidak bisa diterima. Kenapa? karena teman-teman ini (para perusahaan enam group penjulan Ford) sudah berada di industri ini umumnya lebih dari 20 tahun. Mereka sudah banyak berinvestasi mulai dari bangunan, membeli tanah, sampai tenaga kerja. Tiba-tiba pada 25 Januari 2016 mereka dipanggil dan diumumkan bahwa Ford Amerika memutuskan untuk keluar dari Indonesia karena alasan merugi, padahal pada bulan September 2015 lalu mereka baru meresmikan sembilan outlet barunya," ucap Harry Ponto, kuasa hukum 31 outlet diler Ford yang mengajukan somasi saat konferensi pers di Jakarta, Senin (27/6/2016).
Menurutnya, tindakan ini merupakan tindakan yang tidak etis, sewenang-wenang, dan sangat sepihak.
Bahkan ketika para pengusaha dari enam group yang terdiri dari Arista Group, Auto Kencana Group, Nusantara Group, Fortune Dunia Motor, Sumber Sukses Mobilindo Sejahterah, dan Citra Group menanyakan mengenai bagaimana nasib dengan investasi serta kelangsungan dari para karyawannya, pihak Ford mengatakan bahwa itu bukan urusannya.
"Secara sederhana mereka hanya mengatakan itu urusan mu tidak ada urusanya dengan Ford. Bahkan sampai sekarang kami belum memahami entah karena alasan apa, cuma sepintas akibat merugi, tapi kalau merugi dalam usaha itu sesuatu yang wajar. Bahkan selanjutnya Ford tidak sama sekali memberikan apapun termasuk after sales karena semuanya distop, jadi ini betul-betul pelecehan terhadap pengusaha nasional," ucap Harry.
Berangkat dari masalah tersebut, atas kesepakatan keenam group yang membawahi 31 diler outlet Ford di Indonesia melakukan langkah somasi, bahkan somasi yang dilayangkan pada 13 Juni 2016 lalu merupakan yang kedua dan sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak Ford.
"Boleh saya katakan pada dasarnya tidak ada jawaban atau tanggapan dari mereka, saya musti sampaikan ada tanggapan tapi dalam bentuk teknis hukum itu disebut without prejudice atau kadang-kadang disebut sans prejudice (tanpa prasangka) untuk tanggapan atau komunikasi seperti ini tidak bisa dijadikan sebagai bukti, jadi kami anggap tidak ada tanggapan, ibaratnya kita mau berbicara terbuka tapi yang satu bisik-bisik jadi tidak dalam satu channel, kalau kita katakan mereka pernah menjawab, mereka bisa katakan tidak pernah jadi seperti itu esensi sans prejudice," papat Harry.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR