Jakarta, Otomania – Bagi calon konsumen yang ingin membeli helm bekas pakai ada baiknya memikirkan keputusan yang akan diambil. Helm bekas pakai kerap di cap datang dari helm hasil tindak kriminal pencurian.
“Saya tidak memungkiri barang datang dari kawanan pencuri helm. Memang seperti itu keadaannya. Ada pasar, mau bagaimana lagi. Setelah helm diperbaiki bisa dijual lagi,” ucap salah satu pedagang helm bekas di kawasan sentra helm Jatinegara, Jakarta Timur, sebut saja T, saat ditemui Otomania beberapa waktu lalu.
Lantas bagaimana mengenal ciri-ciri fisik helm bekas hasil tindakan pencurian? Meski sulit, namun jika diperhatikan detail-detail helm tersebut ada bekas perbaikan di sana sini. Paling utama adalah tali pengaman yang disambung menggunakan lem cepat kering.
“Perbaikan pasti dari tali pengaman, ini karena barang datang tali pengaman biasanya sudah terpotong. Jadi harus diperbaiki dengan menyambungkan tali menggunakan lem super. Hasil perbaikan biasanya tidak terlalu diperhatikan namun biasanya ada di daerah pangkal tali,” ungkap T.
Selain tali, pedagang helm bekas juga memperbaiki kosmetik helm agar menarik minat calon pembeli. Kaca helm akan diganti baru, mekanis buka tutup kaca akan dikencangkan.
Permukaan helm akan dipoles hingga mengkilap. Bekas pakai seperti goresan dipermukaan helm akan dihilangkan. Busa yang terlepas akan dilem kembali, beberapa bagian bahkan dicarikan bahan pengganti agar nampak seperti baru.
“Karet bagian belakang bawah helm misalnya bisa diganti menggunakan kulit jok motor. Ini agar kondisi helm bekas semakin menarik bagi calon pembeli,” ungkap T.
Helm bekas akan dijual dengan harga tertinggi Rp 450 ribu hingga Rp 350 ribu tergantung merek dan model, sebelum proses tawar menawar.
Helm bekas dengan hasil kriminal ini ada karena memang permintaan helm bekas pakai terus muncul di masyarakat. Sebaiknya sebelum memutuskan membeli helm bekas pakai calon konsumen mempertimbangkan baik dan buruknya menggunakan helm bekas ini. Keputusan tetap berada di tangan calon konsumen.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR