Jakarta, Otomania - Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan komoditi yang lagi dipertanyakan saat ini oleh perwakilan masyarakat lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Yurisdiksi Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga yang mengeluarkan SIM dipertanyakan. Menarik memang, tapi bukan ini fokus bahasan selanjutnya.
Fokus utama adalah menanyakan tanggung jawab pemerintah soal kompetensi SIM. Lewat kompetensi SIM yang standar, baik, baku, dan punya legetemasi jelas, jumlah kecelakaan di jalan akan bisa dikurangi. Budaya "barbar" yang berlaku di jalan saat ini perlahan akan hilang, kembali santun seperti watak semestinya bangsa Indonesia.
"SIM itu adalah mandat, negara kepada warga negaranya, sehingga jangan dibuat asal-asalan, masa tega kasih ke orang brutal sehingga menjadikan SIM sebagai alat (yang melegalkan) membunuh di jalan raya," kata Edo Rusyanto, Ketua Badan Pengawas Road Safety Association (RSA) kepada Otomania, pekan lalu.
Berbagai kegiatan, penyuluhan, sosialisasi, atau kampanye keselamatan berkendara, safety riding, safety driving, dan sebagainya tidak akan mampu membenahi kondisi jalan raya yang sudah sangat memprihatinkan ini.
"Semua kegiatan pelatihan, safety riding, dan semacamnya yang dilakukan pihak pabrikan otomotif, penggiat, LSM, Kepolisian ini hanya berfungsi di hilir, tidak akan efektif kalau hulunya (mekanisme pembuatan SIM) tidak dibenahi," ucap Edo, melanjutkan.
Belajar Sendiri
Sekarang muncul pertanyaan menarik, apakah mereka yang punya SIM saat ini di dompet masing-masing sudah pantas masuk jalan raya?
Paling menarik jika Anda menyimak Udang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2002, sebagai acuan utama mekanisme cara berkendara yang baik di Indonesia. Masuk ke Pasal 77 tentang SIM. Ayat satu menuliskan, 'Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. Ayat dua, membahas soal jenis-jenis SIM untuk mobil pribadi dan kendaraan umum.
Paling menarik membaca ayat tiga, yang tertulis "Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri."
Tes SIM
Ayat 77, pasal tiga, UU Lalu Lintas Tahun 2002, menuliskan memiliki kompetensi mengemudi bisa diperoleh dari pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri. Soal materi di kursus-kursus mengemudi yang ada di Jakarta, akan kami bahas pada artikel selanjutnya. Tapi, ada kata-kata belajar sendiri, ini yang kemudian jadi terasa janggal!
"Masyarakat saja sudah bingung ketika uji coba SIM dengan soal-soalnya, karena mereka dari mana bisa mempelajarinya? Ada pelatihan atau woro-woro saja tidak ada, tiba-tiba masyarakat disuruh langsung tes sim dengan segala soal tentang rambu-rambu," kata Edo menjelaskan.
Konteks belajar sendiri di sini, bisa saja Anda belajar dari ayah, ibu, tetangga, kerabat, atau sekolah mengemudi. Semua orang yang mengajari ini hanya sifatnya turun-temurun, berdasarkan faktor kebiasaan semata. Bukan mengacu pada kurikulum pendidikan mengemudi baku yang ditetapkan pemerintah. Walau pun ada, nyatanya materi ini tidak pernah menyentuh lapisan bawah masyarakat.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR