Sahnan menyampaikan, pamannya itu menguasai lahan sejak masih berupa hutan pada tahun 1967 sebelum masuknya ITDC.
Selain itu Sahnan menambahkan, lahan pamannya tersebut diklaim oleh ITDC sebagai bekas tanah lembaga pemasyarakatan (lapas).
ITDC disebut mengeklaim sudah diberi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Padahal, menurutnya, jauh sebelum ada ITDC ataupun lapas Kementerian Kehakiman saat itu, pamannya tersebut sudah menguasai lahan.
"Jauh sebelum ada LTDC atau BTDC mungkin namanya dulu, terus lapas, paman saya sudah ada di sini duluan membuka lahan," kata Sahnan.
Sahnan menjelaskan, ia mengakui pernah ada lapas. Namun, menurut peta tahun 1993, lapas tersebut bukan di lahan pamannya, melainkan berjarak 100 meter dari lahan tersebut.
"Kalau dari gambar peta 1993 itu, lapas itu luasnya satu hektar 94 are, dari titik tanah lapas, dengan tanah ayahanda kami (Amaq Maye) itu sekitar 100 meter, nah tanah kami ini yang diklaim sama ITDC," kata Sahnan.
Sebelumnya dalam pemagaran kedua pada September 2021, Amaq Maye menyebutkan tanahnya belum dibayar sepeser pun oleh ITDC.
"Sudah dua kali kami melakukan aksi seperti ini, tapi perusahaan tidak pernah merespons, kami tidak pernah melihat bayaran serupiah pun," kata Maye ditemui di lokasi pemagaran waktu itu.
Maye mengatakan, ia menguasai lahan ini sejak awal saat masih berupa hutan pada tahun 1967 sebelum masuknya ITDC.
Baca Juga: Siap Sukseskan MotoGP Indonesia 2022, Begini Persiapan yang akan Dilakukan Mantan Panglima TNI