Otomania.com - Dengan pertimbangan bukan kendaraan yang aman, Mahkamah konstitusi menolak memasukkan motor menjadi transportasi umum.
Putusan ini diambil MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diajukan para pengendara ojek online.
MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.
Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika mengatakan ojek online hanya mengganggu ketertiban umum.
"Awalnya, keberadaan ojek online ini tidak seperti sekarang yang bergerombol di tepi jalan yang semestinya area dilarang parkir," kata Djoko melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (10/7/2018).
(BACA JUGA: TVS Mau Luncurkan Skutik 210 Cc, Disebut-Sebut Basis Skutik 150 Cc Untuk Colek NMAX dan PCX)
"Selain mengganggu pengguna jalan lain, para pengendara dan penumpang ojek pun menjadi tidak nyaman," tambahnya.
Seharusnya, lanjut dia, dengan sistem online, pengendara tidak perlu mencari penumpang, tidak perlu menunggu di pangkalan, cukup menunggu di rumah untuk mendapat penumpang.
Dengan berjalannya waktu dan makin kerasnya persaingan akibat jumlah pengendara ojek online semakin banyak dan tidak ada pembatasan, membuat persaingan mencari penumpang tidak seperti janji semula.
"Menjadi pengendara ojek online bukan mengatasi pengangguran, akan tetapi sebagian besar termakan iming-iming dari aplikator akan memberikan pendapatan mencapai Rp 8 juta per bulan di tahun 2016," tegasnya.
"Kala itu bisa mencapai Rp 10 juta perbulan, karena aplikator masih memberikan tambahan bonus. Sekarang, pendapatan sebesar itu hanya impian," beber Djoko.
(BACA JUGA: Jadi Kontorversi, Ada Yang Jelaskan Kenapa Jalan Tol Enggak Dibuat Lurus Tapi Berkelok)
Editor | : | Iday |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR