Otomania - Daytime running lights(DRL) alias “lampu siang” bukanlah hal baru untuk produsen mobil. Kelengkapan tersebut diklaim dapat membantu meningkatkan reaksi pejalan kaki, sepeda motor, mobil, dan kendaraan lain. Terutama untuk menakar estimasi kecepatan dan jarak.
Penggunaan lampu siang pertama kali dilakukan di Finlandia pada 1972, setelah itu lima tahun kemudian Swedia menyusul. Denmark, Hungaria, dan Kanada akhirnya juga mulai ikut menerapkan lampu siang pada kendaraan. Alasan utama penggunaan lampu siang di negara-negara itu sebab kurangnya penerangan alami oleh sinar matahari.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Kewajiban menyalakan lampu pada siang hari hanya berlaku pada sepeda motor sesuai dengan pasal 107 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Inilah yang menjadi penyebab lampu besar pada sepeda motor baru selalu menyala dan tidak punya saklar on/off.
Kejelasan peraturan
Saat ini banyak mobil Eropa atau Jepang sudah mengaplikasikan DRL. Tren tersebut pun merambah ke ranah modifikasi. Karena belum ada peraturan lalu-lintas yang mengikat, kelakuan seperti ini tidak jelas apakah dilarang atau diperbolehkan. Kenyataan di lapangan justru terlihat seperti dimaklumkan.
Kendati demikian otoritas resmi mendukung pemakaian lampu siang untuk truk pengangkut material berbahaya. Pengguna lalu lintas dirasa wajib lebih menyadari keberadaan truk dengan potensi bahaya bila beredar di jalanan.
Jadi, hingga saat ini peraturan DRL di Indonesia masih mengambang. Penggunaannya masih bersifat penyelaras estetika, terbukti dengan maraknya penjual komponen aftermarket DRL.
Editor | : | Aris F Harvenda |
KOMENTAR