Jakarta, Otomania - Saat ini lembaga kursus atau sekolah mengemudi sudah menjamur di Indonesia. Lembaga tersebut menawarkan jasa sekolah mengemudi dengan cepat baik mobil manual atau mobil transmisi otomatis, sampai urusan membuat SIM.
Lalu, bagaimana bila ada situasi di jalanan kendaraan kita bersenggolan dengan mobil bertuliskan “Belajar” dari kursus mengemudi, siapa yang dituntut ganti rugi? Dalam ranah mengemudi, biasanya pengemudilah yang dinilai paling bertanggung jawab atas prilaku mobil di jalan, namun pada kasus yang satu ini bisa berbeda.
Kursus atau sekolah mengemudi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan sebenarnya sudah diatur oleh negara lewat Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 77 ayat 3 menerangkan, untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) calon pengemudi harus punya kompetensi mengemudi yang bisa didapat dari pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
Bila masyarakat tidak mau belajar sendiri, berarti pilihannya bisa menggunakan jasa lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi negara. Nah, pada pasal 79 ayat 1 menerangkan calon pengemudi boleh belajar sampai mengikuti ujian praktik di jalan namun dengan syarat wajib ditemani instruktur atau penguji.
Lebih lanjut pada Pasal 79 Ayat 2 dikatakan, instrukturlah yang bertanggung jawab bila terjadi pelanggaran atau kecelakaan saat calon pengemudi sedang belajar atau menjalani ujian. Jadi, jika mobil kursus terlibat kejadian merugikan ketika berlalu lintas, maka yang harus dimintai pertanggunggjawaban adalah instrukturnya.
Peran instruktur sangat penting, itu sebabnya pada mobil-mobil kursus mengemudi sudah dilengkapi pengaman. Salah satunya yaitu pedal gas dan rem tambahan di depan jok penumpang depan atau tempat duduk instruktur. Modifikasi itu memungkinkan instruktur mengontrol sebagian kerja mobil untuk mengantisipasi potensi berbahaya.
Editor | : | Azwar Ferdian |
Sumber | : | KompasOtomotif |
KOMENTAR