Otomania — Mampat merupakan salah satu penyakit utama konverter katalisis atau catalytic converter (CC). Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja mesin akibat katalisator yang berfungsi sebagai saringan itu meleleh dan mampat. Jika terjadi, maka gas buang mesin tidak bisa mengalir dengan lancar sehingga terjadi tekanan balik.
Akibat selanjutnya, tenaga yang dihasilkan mesin berkurang. Kondisi seperti ini menyebabkan pengemudi makin sering menekan pedal gas lebih dalam. Hasilnya, konsumsi bahan bakar jadi boros.
Perawatan
Pada tahap pertama ketika CC digunakan pada mesin diesel di Indonesia (2007-2008), pengemudi sering mengeluh karena, pada jarak tertentu, tenaga yang dihasilkan mesin payah. Para teknisi APM umumnya mengusulkan, untuk mengatasinya, kendaraan harus dikebut sampai putaran maksimal sejauh 1 km untuk mendorong kotoran di CC. Di lain hal, mereka tidak menganalisis faktor penyebab sesungguhnya, misalnya, kualitas bahan bakar, setelan, dan kondisi komponen mesin.
Berbagai kasus di dunia, termasuk analisis perusahaan produsennya, menunjukkan bahwa CC mampat karena mesin bekerja dengan campuran bahan bakar terlalu kaya. Akibatnya, banyak hidrokarbon (HC) atau bahan bakar yang belum terbakar berada di katalisator. Pada kondisi seperti ini, suhu katalisator semakin tinggi. Bila terus berlanjut, maka katalisator terbakar dan meleleh. Lelehan tersebut menyumbat lubang-lubang kecil katalisator yang berfungsi sebagai saringan.
Campuran bahan bakar terlalu kaya bisa pula terjadi karena persoalan pada injektor, atau pada sensor oksigen, atau juga karena salah pengapian (khusus mesin bensin). Sensor oksigen sangat berperan dalam hal ini. Pasalnya, sensor ini selalu memantau komposisi oksigen yang dihasilkan gas buang (untuk menentukan komposisi campuran), kemudian dikirim ke komputer mesin. Selanjutnya, komputer mesin mengatur, apakah harus mengurangi takaran jumlah bahan bakar yang disemprotkan atau menambahnya (didasarkan pada lama injektor membuka). Karena itulah, penting untuk menjaga dan memeriksa kondisi sensor ini.
Sebenarnya, persoalan CC tersumbat agak jarang saat ini karena bensin yang digunakan tidak lagi mengandung timah hitam atau timbal (Pb). Kalaupun ada, jumlahnya sudah sangat sedikit. Kemungkinan lain, zat itu masuk karena bahan lain, misalnya aditif bahan bakar. Karena itulah, jangan menggunakan sembarang aditif.
Faktor lain
Kerusakan lain CC antara lain karena rumahnya retak (kena batu), pemasangan baut kurang baik, atau bahan rumahnya berkualitas rendah (retak dan berubah bentuk ketika panas tinggi). Kondisi komponen mesin yang bisa merusak CC antara lain ring piston aus (oli mengalir ke ruang bakar) dan hasil semprotan injektor yang kurang bagus (tekanan yang rendah pada injektor atau dari pompa bahan bakar).
Elektroda busi yang kotor atau sudah terkikis juga menyebabkan pembakaran tidak optimal, atau menyisakan HC yang lebih banyak. Kemungkinan lain, katup exhaust gas recirculation (EGR) tidak bekerja dengan baik, atau sil katup mesin, gasket kepala silinder, dan saluran isap rusak.
Kepala silinder yang melengkung dengan indikasi paling umum, masih mudah “deman” alias overheat, juga menyebabkan CC tidak bisa bekerja efektif. Bahkan, kemudian, jika mekanik menggunakan lem atau sil berbahan teflon dan silikon saat membuka mesin dan memasangnya kembali (bila dibongkar), maka hal itu akan memunculkan teror baru, tidak hanya bagi CC, tetapi juga sensor oksigen.
Editor | : | Aris F Harvenda |
KOMENTAR