Otomania.com - Heboh kakek 103 tahun beli Pajero pakai uang dalam karung, sosok asli Mbah Kerto ternyata bukan petani biasa.
Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang kakek membeli satu unit Mitsubishi Pajero dengan uang tunai.
Mungkin membeli mobil dengan cara tunai sudah biasa, tapi yang menarik perhatian adalah kakek ini membawa uang ratusan juta dalam karung.
Melansir dari Kompas.com, kakek dalam video tersebut adalah Mbah Kerto, warga Desa Ranupane, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Mbah Kerto sensiri merupakan orang tertua yang masih hidup di desanya, usianya sekarang telah mencapai 103 tahun.
Teman-teman sebayanya telah meninggal dunia dan hanya menyisakan ia seorang diri.
Meski sudah berusia lanjut, tanda-tanda ketuaan yang biasa melekat kepada orang-orang seusianya, tidak tampak sedikitpun selain rambut dan jenggot yang sudah putih.
Bahkan, kulitnya juga tidak tampak keriput, dan mbah Kerto bahkan setiap hari masih bekerja sebagai petani di ladang.
Kentang, bawang merah, hingga kol ditanamnya. Dari berladang itulah ia mampu membeli mobil mewah seharga ratusan juta rupiah.
Ia sekarang bahkan manjadi miliarder di desanya. Mbah Kerto memiliki ladang seluas 30 hektar lebih. Baginya, setiap panen membeli mobil bukan merupakan hal yang sulit.
Sebab, dari hasil panen 6 hektar saja, ia bisa menghasilkan 150 ton kentang. Jika dirupiahkan, setidaknya Mbah Kerto bisa mengantongi uang sekitar Rp 1,3 miliar.
Kini, ia telah memiliki dua buah mobil mewah, tiga truk, dan tiga mobil pikap. Alasannya membawa uang dengan karung untuk membeli mobil cukup menggelitik.
Mbah Kerto menyebut, ia membawa uang dengan dibungkus karung karena saking banyaknya sehingga tidak akan muat jika dimasukkan ke dompet.
Maklum, Mbah Kerto yang hidup di desa jauh dari ATM. Walaupun, sebagian besar kekayaannya juga disimpan di bank.
"Itu uangnya 10 kilogram lebih, kalau dimasukkan dompet ya enggak cukup," kata Mbah Kerto saat ditemui di rumahnya, Jumat (1/7/2022).
Tampil sederhana dan tetap semangat
Bergelimang harta tidak lantas membuat Mbah Kerto bermalas-malasan di rumah. Dia percaya, tubuh sehat yang diberikan Tuhan kepadanya harus dirawat.
Salah satunya dengan terus menggunakannya untuk berkegiatan. Selain itu, ia terus menjaga pola makannya dengan menghindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi hingga kacang-kacangan.
"Oli saja kalau tidak pernah digunakan jadinya kental, apalagi darah kita kalau tidak gerak ya bisa beku nanti stroke," kata Mbah Kerto polos.
Meski telah menjadi miliarder, Mbah Kerto tetap tampil sederhana.
Cara berpakaiannya pun sangat sederhana, yakni mengenakan songkok hitam, kemeja batik, celana training, sepatu boot dan sarung yang melingkar di lehernya khas warga suku Tengger.
Bahkan, hidangan di meja makannya pun sangat jauh dari kata mewah. Nasi putih, sayur bening, tempe, tahu, ikan asin dan sambal jadi santapannya untuk mengisi energi sebelum pergi ke ladang.
Bukan tidak mampu untuk membeli lauk pauk yang mahal. Tapi, Mbah Kerto mengatakan makanan seperti itulah yang menurutnya sangat lezat.
"Mau tampil seperti apa, pakaian ya gini, saya beli mobil ya pakai ini. Kalau ini makanan paling enak, setiap hari ya begini, apalagi ada klentingan, penambah nafsu makan," ucapnya.
Sikapnya terhadap tetangga pun tidak berubah. Ia dikenal sebagai sosok yang murah senyum dan berkepribadian baik kepada tetangga.
Tidak sedikit pemuda desa yang meniru jejak kesuksesannya dan menjadikannya contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Namun siapa sangka, Mbah Kerto yang kini serba kecukupan, dulu sempat terperosok ke dalam dunia gelap. Judi, maling, hingga jadi bandit pernah dilakoninya.
Baca Juga: Kumpulan Cerita Beli Motor Pakai Uang Receh, dari Scoopy sampai Ninja
Pernah terlilit utang karena judi
Lahir di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, dengan kondisi ekonomi yang mapan ditopang status sebagai anak tunggal menjadikan Kerto kecil memiliki semua fasilitas penunjang untuk menjadi saudagar kaya seperti ayahnya.
Sayangnya, Kerto malah jatuh dalam lingkaran gelap dunia perjudian. Hasil kerja kerasnya bertani dan berdagang pun habis untuk berjudi hingga dia terlilit hutang di mana-mana.
"Hutang di mana-mana karena memang dulu suka judi, sekarang sudah tidak ada lagi kan, tapi kalau masih ada ya masih suka," kelakarnya.
Tahun 1976, ia memutuskan pindah ke Desa Ranupane. Di sini, ia mulai merintis usahanya lagi dengan cara yang sama, yakni bertani. Namun, situasinya sudah berubah.
Kondisi ekonomi yang terbatas, membuatnya kembali jatuh dalam dunia hitam. Saat itu, ia menempuh cara kriminal dengan mencuri dan membegal untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Bertahun-tahun hidup tidak tenang dan dalam bayang-bayang pembunuhan membuatnya memutuskan berhenti dari pekerjaan haram tersebut.
"Tahun 80-an dulu kan ada petrus itu, untungnya saya tidak sampai kena, sejak itu saya berhenti," sesalnya.
Mbah Kerto lalu mulai menekuni dunia pertanian dan perdagangan mengikuti jejak sang ayah. Selama tujuh tahun ia harus tirakat membangun usahanya dari nol.
Baca Juga: Salut, Beli Kawasaki Ninja 250 Pakai Uang Koin, Orang Dealer Sampai Gak Kuat Bawa
Saat itu, Kerto bersumpah kepada dirinya sendiri akan tidur di luar rumah sampai dia bisa menyamai harta sang ayah dan saudara-saudaranya. Padahal, suhu di Ranupane sangat dingin. Kadang bisa sampai nol derajat.
"Dua tahun saya tidur di luar karena saya sudah sumpah kepada diri saya sendiri akan tidur di luar sampai diberikan kesuksesan," ceritanya.
Tahun 1983, kesuksesan demi kesuksesan mulai mendatanginya. Panen kentang pertamanya di Desa Ranupane dibagikan kepada warga berupa uang koin sebanyak 70 kilogram.
Rupanya, sedekah itu mengantarkannya lebih sukses lagi. Dari ladang yang sempit, kini sudah bisa mencapai 30 hektar lebih.
Meski begitu, kebiasaannya bersedekah tidak pernah dihilangkan hingga ia dikenal sebagai sosok yang dermawan.
"Saya itu dari dulu suka bersedekah, kalau ada tamu itu wajib kasih makan, mau berapa ratus tamunya ya wajib beri makan," akunya.
Sayangnya, kesuksesannya bertani tidak diikuti dengan sukses dalam dunia percintaan. Sudah tiga kali Mbah Kerto gagal menjalin hubungan rumah tangga.
Setia pada istri pertama
Menikah sampai tiga kali, hanya istri pertamanya lah yang setia menemani Mbah Kerto sampai akhirnya meninggalkannya terlebih dahulu karena meninggal pada tahun 2006.
Sempat meninggalkan sang istri dan menikah lagi, malah istri kedua ini lah yang membuatnya terjerumus pada dunia hitam kala itu sampai akhirnya bercerai.
Setelah bercerai, ia memutuskan untuk kembali dengan istri pertamanya dan hidup bersama hingga dipisahkan oleh maut yang terlebih dahulu menjemput sang istri tercinta.
"Dulu istri saya meninggalnya di rumah ini, dia yang paling setia menemani saya sampai akhirnya meninggal dulu," kata Mbah Kerto sambil mengusap air matanya.
Patah hati ditinggal cinta pertamanya, Mbah Kerto mencoba menjalin cinta lagi. Kali ini ia menikahi seorang perempuan yang usianya jauh lebih muda darinya.
Saat itu, usia istrinya 33 tahun, sedangkan Mbah Kerto sudah 93 tahun. Nahas, Mbah Kerto malah diselingkuhi oleh sang istri dan berujung pada perceraian.
Sejak saat itu, Mbah Kerto memilih untuk hidup sendiri. Padahal, tidak sedikit perempuan yang menantang untuk dinikahi Mbah Kerto.
Bukan hanya janda, gadis pun juga banyak yang ingin dinikahi pria berjenggot putih ini.
"Saya sudah tua, daripada dibuat pusing dengan urusan hati mending sendiri saja, mereka itu rata-rata hanya ngincar harta saya saja," bebernya.
Dari tiga pernikahan itu, Mbah Kerto tidak memiliki seorang anak pun. Tapi, ia telah mengadopsi empat orang anak yang kini telah berkeluarga semua dan tinggal dekat dengan rumah Mbah Kerto.
Rata-rata, mereka adalah yang dulu pernah ikut menjadi buruh tani di ladangnya. Ada juga yang memang diangkat anak sejak kecil.
Kini, semua anaknya bekerja sebagai petani di ladang meneruskan jejak kesuksesan Mbah Kerto dan meraih jalan sukses masing-masing.
"Anak ada empat, semua sudah ada rumah, ya ladang saya sudah saya bagi ke anak, sekarang saya hanya garap sedikit cuma 6 hektare," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Mbah Kerto, Miliarder Asal Desa Ranupane, Punya Banyak Mobil dari Hasil Berladang",
Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
Sumber | : | Kompas.com |
KOMENTAR