Otomania.com - Kecelakaan maut yang melibatkan belasan kendaraan bermotor terjadi pada Jumat (21/1/2021) kemarin di persimpangan Muara Rapak Kota Balikpapan menimbulkan pertanyaan.
Dalam peristiwa tersebut, sebuah truk tronton bermuatan kapur seberat 20 ton menyeruduk kendaraan-kendaraan yang sedang berhenti pada saat lampu merah sedang menyala.
Peristiwa kecelakan truk tronton bermuatan kapur seberat 20 ton menyeruduk kendaraan tersebut menyisakan pertanyaan.
Melansir dari TribunKaltim.co, Kecelakaan di simpang Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur, diduga disebabkan truk tronton mengalami rem blong saat menuruni jalur.
Truk tersebut menabrak kendaraan lainnya yan ada di depannya yang sedang berhenti menunggu pergantian lampu merah.
Dalam rekaman CCTV terlihat truk menabrak kendaraan di depannya dari belakang secara lurus dan langsung hingga kurang lebih sejauh 100 meter.
Melihat rekaman tersebut, timbul pertanyaan apa yang mesti dilakukan sopir dalam keadaan tersebut. Padahal kalau dilihat di sebelah kiri ada jalur kosong dan pepohonan.
Logika sederhana ialah sopir bisa saja menghindari tabrakan beruntun dari belakang jika berani mengambil risiko membuang badan truk ke daerah pepohonan. Namun kenapa tidak ia lakukan?
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, sulit mengambil keputusan di saat genting. Tapi hal itu juga berkaitan dengan pengalaman sang sopir.
Baca Juga: Pengakuan Sopir Truk Hingga Jumah Korban, Berikut Tragedi di Simpang Rampak Balikpapan 2009-2022
"Ini agak susah karena berhubungan dengan jam terbang. Kalau pengemudi yang jam terbangnya tinggi dia bisa mengambil tindakan atau keputusan yang paling tidak tingkat kerugiannya kecil," kata Sony kepada Kompas.com, Jumat (21/1/1022).
Sony mengatakan, mengapa sopir lurus dan tidak mengambil tindakan buang badan itu harus ditanya ke pihak terkait.
Tapi ada dasar asumsi mengapa hal itu dilakukan.
"Ada asumsi begini, ketika dia tidak memiliki jam terbang banyak dia akan berpikir untuk mengamankan dirinya. Ada pohon ada kendaraan, pikirannya kalau nabrak pohon fatal pasti, kalau kendaraan tidak fatal. Karena kendaraan akan kalah dan bergeser," katanya seperti dilansir Kompas.com.
Karena itu kata Sony, pentingnya jam terbang sopir saat membawa kendaraan besar. Karena dengan tingkat risiko yang besar maka tanggung jawabnya juga makin besar.
"Di sini saya bisa bilang pentingnya jam terbang yang tidak sedikit. Karena dia tidak berpikir keselamatan orang lain," katanya.
Antisipasi Rem Blong
Kecelakaan yang melibatkan banyak kendaraan ini diduga rem truk yang blong, sehingga pengemudi tidak bisa mengendalikan kendaraan hingga akhirnya menabrak enam unit mobil, dan 10 sepeda motor.
Perlu diketahui, rem pada mobil jenis truk berbeda daripada mobil kecil. Kebanyakan truk sudah menggunakan sistem full air brake atau rem angin pada pengeremannya.
Sedangkan mobil biasa masih menggunakan rem minyak atau hidrolik.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, sistem yang berbeda tentu membutuhkan perawatan yang berbeda pula.
“Rem truk dan rem angin membutuhkan pemeriksaan kelaikan sebelum, saat, dan setelah mengemudi,” ucap Jusri kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Sebelum mengemudi truk dengan rem angin, maka setiap pagi mereka harus memeriksa air brake check.
Diperhatikan slack adjuster di chamber untuk memastikan keseimbangan distribusi angin ke masing-masing roda.
Pengemudi harus membuang angin dari air tank sebelum menghidupkan mesin. Ini harus dilakukan setiap hari karena udara yang ada di tangki akan menjadi air di pagi hari.
Jika dibiarkan bisa jadi angin palsu yang membuat kemampuan rem berkurang.
“Kemudian periksa apakah ada kebocoran, lalu nyalakan mesin selama satu menit, seharusnya udara di tangki sudah kembali terisi. Sebelum jalan, periksa dengan menginjak rem, memastikan bekerja atau tidak,” kata dia.
Saat mengemudi, rem kaki pada truk atau service brake sebaiknya jangan terus digunakan.
Baca Juga: Kesaksian Korban Selamat Kecelakaan Maut di Balikpapan, Brukk, Nyaring Bunyinya
Manfaatkan rem lain seperti exhaust brake, engine brake dan retarder untuk mengurangi laju kendaraan.
Menurut Jusri, tujuan menggunakan exhaust brake bukan untuk menghentikan kendaraan, tetapi mengurangi lajunya. Sehingga kerja service brake tidak bekerja terlalu berat.
“Karena jika sering digunakan, bisa mengalami panas berlebih dan akan menjadi penurunan performa rem atau brake fading,” katanya.
Adapun ketika kendaraan selesai bertugas, ada kebiasaan buruk dari pengemudi untuk mendinginkan rem, yaitu disiram dengan air.
Padahal ini bisa menyebabkan konstruksi rem akan rusak.
“Kemudian lakukan post driving check. Pastikan kondisi kendaraan itu laik, cek selang angin dan lainnya. Kemudian pengemudi juga harus buang angin yang ada di tangki agar tidak terjadi penumpukan,” ucap Jusri.
Selain itu, Jusri menyarankan, jika tangki udara kosong pada truk yang full air brake rem akan mengunci sehingga tidak bergerak kemana-mana, jadi lebih aman.
Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Update Kecelakaan di Rapak Balikpapan, Kenapa Sopir Truk Tak Pilih Belok Kiri dan Tabrak Pohon?,
Editor | : | Dimas Pradopo |
Sumber | : | TribunKaltim.com |
KOMENTAR