"Sering saya diajak berantem sama pengendara. Kalau ditegur, pasti jawabnya 'gue orang sini, jangan macam-macam lu' .
Padahal kan mereka tahu bahwa kalau nerobos itu bahaya," ujarnya.
Ia mengaku tidak takut meskipun mendapat perlakuan seperti itu dari beberapa pengendara yang bandel.
"Kalau dia ngeyel, meskipun sudah dikasih tahu baik-baik, tetap saya pasti akan dibela sama warga. Masalahnya ini menyangkut nyawa sih. Tugas pokok PJL kan mengamankan perlintasan kereta," ujar pria asal Banten ini.
Perlintasan KA tanpa palang di Stasiun Ancol ini membuat ia harus bekerja secara ekstra dan lebih berhati-hati.
Perlintasan kereta tanpa palang ini menghubungkan Jalan Budi Mulya Raya dan Jalan RE Martadinata.
"Perlintasan yang ada palangnya aja kadang masih banyak yang nerobos. Apalagi yang gaada palangnya. Makanya, saya tuh selalu standby 10 menit sebelum kereta melintas, agar bisa memberhentikan kendaraan yang lewat," ujarnya.
Baca Juga: Perlintasan Tanpa Palang Kembali Makan Korban, Motor Hancur, Pengendara Tewas Ditabrak Kereta
Selain itu, para petugas PJL ini hanya bermodalkan bendera dan peluit sebagai isyarat bagi pengguna jalan untuk berhenti ketika kereta hendak melintas.
Meskipun cuaca tidak menentu, ia harus tetap mengawasi perlintasan kereta.
"Resiko sih kalau jadi PJL. Harus panas-panasan demi menjaga keamanan pengendara kendaraan. Belum lagi kalau hujan, harus siapin payung atau jas hujan. Soalnya kan ini manual semua, jadi ya saya harus ke perlintasan langsung buat nyetop pengendara," tambahnya.
Sulaiman menambahkan, ketika terjadi macet yang cukup parah di Jalan RE Martadinata maupun Jalan Budi Mulya Utama, ia harus memberikan semboyan 3 yang mengisyaratkan bahwa perlintasan kereta yang akan dilewati berstatus tidak aman.
Untuk memberikan semboyan itu, Sulaiman harus berlari 500 meter sambil membawa bendera merah untuk memberhentikan kereta yang hendak melintas.
Editor | : | Dimas Pradopo |
Sumber | : | Kompas.com |
KOMENTAR