Otomania.com - Aturan awal pembuatan Surat Izin Mengemudi atau SIM D masih sama seperti biasanya yakni berusia minimal 17 tahun.
Seperti ujian SIM pada umumnya, mendapatkan SIM D ini juga harus melalui ujian teori maupun praktek.
Namun pada pengajuan pembuatan surat ini, petugas satuan lalu lintas memiliki ketentuan untuk dapat menerbitkan SIM kepada penyandang disabilitas.
Dikemukakan Kepala satuan lalu lintas Polres Pangkalpinang, AKP Heriyanto, pihaknya memang memfasilitasi dan memberikan kemudahan saat proses administrasi bagi penyandang disabilitas yang ingin membuat SIM.
(BACA JUGA: 1.228 Terjaring Razia Di Jakarta Timur, Kebanyakan Enggak Punya SIM)
Tapi tidak serta merta surat tersebut diterbitkan, Heri menuturkan, penerbitan SIM D ini juga berdasarkan pertimbangan bahaya bagi pengendara di jalan raya.
"tidak semua disabilitas bisa mengantongi SIM ini. Kami memiliki ketentuan dan melihat pertimbangan resiko mereka di jalan raya. Tidak mungkin semuanya dikeluarkan, kami harus melihat kepekaan mereka juga saat berkendara itu, apakah beresiko atau tidak." pungkas AKP Heriyanto, Kamis (8/11/2018).
Ia menambahkan, bagi penyandang disabilitas dengan cacat fisik permanen, syarat ketentuannya harus memiliki kendaraan dirancang khusus, yakni motor yang memiliki roda kendaraan tiga.
Petugas akan menolak apabila kendaraan yang digunakan masih motor roda dua atau normal seperti biasanya.
(BACA JUGA: Sopir Nakal, Disuruh Bayar Pajak STNK Motor Si Bos, Malah Mau Dibalik Namanya Sendiri)
Lanjut Heri, petugas juga akan mengecek kepekaan pengendara yang menggunakan sepeda motor khusus tersebut.
Juga dibagian mana meletakkan pedal rem ataupun tarikan gas motor, yang disesuaikan dengan kondisi penyandang disabilitas itu.
"kalau misalnya tuna rungu, belum tentu juga kami keluarkan SIM nya. Harus melihat kondisi kepekaan pendengarannya. Kalau masih bisa mendengar sedikit, diperbolehkan ikut ujian teori dan praktek.
Tapi kalau dia pendengarannya memang sangat terganggu, kami tidak keluarkan. Karena dapat membahayakan nyawanya saat di jalan nanti." terang Heri.
(BACA JUGA: Kasatlantas Polres Bekasi Yakin, Kalau Ujian SIM Diulang, Yang Lulus Cuma 30%)
Untuk tuna rungu, kendaraan yang digunakan bisa menggunakan motor normal biasanya. Namun penyandang disabilitas ini, harus mengikuti tes teori maupun praktek.
Bagi penyandang tuna rungu ini, ujian teori pun diberlakukan dengan alat pendengaran.
Sementara bagi penyandang cacat fisik permanen, tidak diberlakukan tes praktek. Sebab belum memiliki kendaraan untuk praktek tersebut.
"intinya kami menerbitkan SIM bagi penyandang disabilitas, dengan melihat pertimbangan-pertimbangan bahaya mereka di jalan raya dan juga kepekaannya.
Tidak bisa sembarangan keluarkan. Karena salah sedikit kami memperbolehkan semua disabilitas, akan berbahaya dan mengancam jiwa mereka saat berkendara." ujar mantan kasat lantas Polres Bangka selatan itu.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | BangkaPos |
KOMENTAR