Jakarta, Otomania – Rencana penghapusan sistem three in one (satu mobil diisi tiga orang atau lebih) untuk membatasi kendaraan di jalan protokol Ibu Kota menuai pro-kontra. Dua hari uji coba sejak Selasa (5/4/2016), diwarnai volume kendaraan yang menumpuk.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Andri Yansyah bahkan sudah menyatakan soal kemungkinan diterapkannya opsi lain, yakni menggunakan sistem nomor polisi ganjil-genap.
Pengamat Transortasi Azas Tigor Nainggolan saat diwawancarai salah satu radio di Jakarta, (6/4/2016), menyatakan bahwa pendekatan ini seharusnya diiringi dengan perbaikan saran transportasi umum yang baik.
”Angkutan umum juga harus (dievaluasi). Sejak 1999 sampai sekarang tidak berubah. Hanya pada 2004 mulai ditambah Transjakarta. Pendekatan ini tidak parsial. Di luar negeri semua terintegrasi, kalau di sini naik kereta, turun di Dukuh atas, lari-lari naik angkot lagi, bayar lagi,” kata Azas.
Kebijakan three in one seharusnya memang dievaluasi, menyesuaikan dengan kondisi masa kini. Dirinya pun menyarankan untuk melihat hasil dari uji coba yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta hingga 8 April 2016 mendatang.
”Harapan saya, kajian ini menjadi langkah perbaiki kebijakan yang ada,” ucap Azas.
Rencana penerapan kebijakan nomor polisi ganjil-genap sebenarnya sudah pernah mengemuka. Mobil yang lewat di jalan protokol, nomor polisinya harus setipe dengan tanggal. Misalnya hari ini tanggal 6, berarti hanya mobil dengan nomor polisi genap yang boleh lewat. Begitu juga sebaliknya.
Namun, rencana kebijakan ganjil-genap ini resmi dibatalkan pada Oktober 2013. Dishubtrans DKI Jakarta saat itu mengatakan lebih fokus melakukan percepatan kebijakan ERP.
Menurut Anda?
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR