Jakarta, Otomania - Beberapa generasi Mitsubishi Lancer masih menjadi incaran bagi para pecintanya di Tanah Air. Hal ini lantaran desain Lancer yang serupa dengan versi Evolution yang ada di Jepang.
Perbedaan antara Lancer dan Evolution sendiri cukup jauh dan hampir ada di setiap sektornya. Eric dari Engine Plus menjelaskan bahwa meski desain sama dari sisi ekterior tetap ada beda.
"Mirip tapi tetap beda, karena Evolution di Jepang sudah lengkap dengan bodi kit, kalau di sini standar. Sedangkan mesin dan spesifikasi lain, bagai langit dengan bumi bedanya," ucap Eric kepada Otomania Oktober lalu.
Salah satu contohnya pada generasi Lancer CK4 (GLXi dan SEi) yang biasa disebut-sebut sebagai Evolution IV. Versi Indonesia menggunakan mesin 1.600 cc dengan kode 4G92, 4 silinder segaris 16 katup SOHC yang mampu menyemburkan tenaga 110 HP pada putaran mesin 6.000 RPM dan torsi 137 Nm pada putaran 5.000 RPM, dan hanya dimodali penggerak roda depan.
Sedangkan untuk Evo 4 menggunakan mesin 2.0L turbocharged intercooler dengan kode 4G63T SOHC plus sistem pengerak all wheel drive (AWD). Dari sini sudah terlihat bagaimana perbedaan tenaganya.
Dari segi tampilan, Evolution 4 yang asli pun sudah dibekali dengan dua lampu kabut besar menyerupai versi mobil relinya. Sedangkan untuk Indonesia tampilanya polos saja.
Versi Indonesia
PT Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) meluncurkan generasi Lancer berkode CK4 pada pertengahan 1997 dalam dua versi, GLXi dan SEi. Mobil ini pun dirakit di Indonseia sedangkan perbedaan antara kedua tipe hanya sebatas masalah fitur saja.
"GLXi dan SEi hanya beda fitur tapi sama mesin. Yang paling mewah waktu itu SEi karena sudah pakai side skirt, spoiler belakang, dan lain sebagainya," ucap Imam Choeru Cahya, Group Head MMC Sales Group and MMC Marketing Division kepada Otomania, Jakarta (15/10/2015).
Saat diluncurkan, KTP pun menyediakan beberapa pilihan warna, seperti hitam, putih, Roanne Red Mica, Satellite Silver Mica Metallic, Amery Blue Pearl, Kielder Green Pearl, dan Moonlight Blue Mica.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR