Pertimbangan lainnya adalah memang karena kebutuhan Polri.
1. Database ranmor adalah forensik kepolisian untuk mendukung pengungkapan kasus yang melibatkan kendraan atau kendaraan dijadikan sebagai obyek kejahatan. Ketika datanya tidak akurat tentu akan menyulitkan.
2. Saat ini Polri sudah mengembangkan sistem kecerdasan buatan, seperti ETLE dan Signal. Aplikasi ini bisa dibangun berbasis data ranmor sebagai salah satu informasi awal agar bisa berfungsi.
3. Polri baru bisa membangun database tahun 2014, yang sebelumnya data ranmor diambil dari data pajak bapenda/ dispenda.
"Kita kumpulkan secara manual dan dikonversi, tentu masih sangat jauh dari sempurna," ungkapnya.
Menurutnya, hal itulah yang harus polri benahi database ranmor dan salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan mengimplementasikan ketentuan tersebut.
Namun demikian itu baru dalam tahapan wacana, diskusi dan kajian mendalam, bagaimana batasan kebijakan dalam mengimplementasikannya.
Kegagalan polri dalam membangun database sebagaimana diamatkan dalam UU No 22 Tahun 2009, juga dipengaruhi oleh beberapa kebijakan Kementerian dalam lembaga yang sesungguhnya bertentangan aturan undang-undang.
"Misalkan saja, kendaraan yang dioperasionalkan di bandara, di tambang-tambang bahkan saat ini diperkebunan sawit, tidak didaftarkan atau menyalahi ketentuan pasal 64 ayat (1) UU No 22 / 2009 tentang LLAJ," kata Taslim.
Baca Juga: Bolehkah Saat Bayar Pajak Kendaraan Bermotor Cuma Bawa Fotokopi KTP?
Padahal lanjut Taslim, pendaftaran kendaraan tersebut pada dasarnya bagi polri tidak ada hubungannya dengan pajak kendaraan.
Meskipun kendaraan tersebut tidak perlu bayar pajak karena tidak dioperasionalkan dijalanan umum, mestinya harus tetap diberikan dokumen BPKB sebagai sertifikat atau legitimasi kepemilikan.
"Memberikan perlindungan dan kepastian hukum atas kepemilikan kendaraan bermotor sebagai harta benda hak milik masyarakat yang harus dijamin oleh negara, oleh karena berharga dan bergerak," pungkasnya.