Junaidi menyebutkan, warga sengaja merusak pagar tersebut karena sebagian besar warga yang bermata pencarian sebagai nelayan terhambat aksesnya menuju ke pantai.
“Warga kemarin buka pagar itu, tahu kan kalau warga sini sebagai nelayan, dan ini sangat dekat dengan pantai tempat kita (kerja sebagai) nelayan, masa kita harus mutar dulu,” ucap Junaidi.
Menurut Junaidi, adanya pagar kawat tersebut, menjadikan akses warga keluar dari rumah menjadi sangat sulit.
Untuk keluar, warga harus memutar dan melintasi jalan yang sedang dibangun.
“Susah sekali kalau keluar ini, di situ ada pembangunan, di sana ada pembangunan, jadi kita sangat susah, kadang-kadang kan memotong jalan yang sedang dikerjakan,” ucap Junaidi.
Baca Juga: Jangan Ngaku Pecinta MotoGP Kalau Belum Tahu Arti Kode Honda RC213V di Motor Balap Marc Marquez
Ia menceritakan, pengalaman paling miris yang terjadi saat ia mengantar anaknya sekolah menggunakan sepeda motor.
Jarak dari rumah ke sekolah semestinya bisa ditempuh dalam jarak satu kilometer.
Namun, kini dia harus memutar arah hingga jaraknya menjadi dua kali lipat lebih jauh.
“Kalau dulu lewat sini (yang tertutup pagar), dekat kalau ngantar sekolah. Sekarang harus muter dulu kalau ngantar anak-anak sekolah,” kata Junaidi sambil menunjuk arah.
Sementara itu, warga lainnya, Damar, menegaskan, dirinya dan sejumlah warga lain tak akan meninggalkan rumahnya karena merasa belum pernah menjual ke pihak ITDC.
“Di sini ada sekitar 70 KK masih tinggal, tanah ini belum kami jual, kami tinggal di sini sejak kecil,” kata Damar saat ditemui di lokasi.
Damar mengaku, ia beberapa kali bertemu dengan pihak ITDC membahas persoalan lahan tersebut.