Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, CEO MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan, Indonesia Battery Holding (IBH) akan menggarap industri baterai kendaraan listrik secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
IBH nantinya terdiri dari PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), holding pertambangan BUMN Inalum (MIND ID), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Anggota holding baterai pun terbuka untuk membentuk joint venture (JV) atau menggandeng mitra dari dalam negeri maupun asing, pada setiap rantai bisnis (value chain) industri baterai.
"Kami terbuka untuk mitra domestik maupun asing masuk ke dalam JV, yang dapat dibentuk dengan mitra pada setiap value chain yang terintegrasi sejak tambang sampai baterai," terang Orias.
Saat ini, ada dua perusahaan electric vehicle (EV) battery global yang sedang melakukan penjajakan kerja sama yakni konsorsium CATL asal China, serta LG Chem Ltd dari Korea Selatan.
Untuk CATL, pembahasan kerjasama sedang dilakukan bersama ANTM. Kesepakatan awal (MoU) pun sudah diteken.
Sedangkan untuk LG Chem, penjajakan sudah dilakukan melalui ANTM dan Badan Koordinasai Penanaman Modal (BKPM).
Namun negosiasi lanjutan akan dikerjakan oleh Pertamina.
"Jadi CATL akan lanjut negosiasi dengan Antam, untuk LG Chem negosiasinya dipimpin oleh Pertamina. Ini pembagian tugas, sesuai arahan Menteri BUMN supaya bisa berjalan dengan cepat rencana untuk holding baterai ini dan kerjasama dengan mitra-mitra asing," jelas Orias.
Baca Juga: Heboh! Mobil Listrik Tiga Penumpang Ini Lebih Murah Dari Honda BeAT
Targetnya, skema kerja sama dengan calon mitra yakni konsorsium CATL dan LG Chem bisa rampung di awal 2021.
"Diharapkan awal tahun depan bisa ada kesepakatan dengan calon mitra dan di dalam value chain baterai ini, baik tambang sampai dengan battery pack dan masuk sampai ke pada daur ulangnya, bisa sepakati.
Jadi ini yang disiapkan, dan negosiasi berjalan terus dengan masing-masing pihak," terang Orias.
Investasi baterai kendaraan listrik ini juga terkait dengan strategi hilirisasi tambang, khususnya nikel.
Kata Orias, Menteri BUMN Erick Thohir pun meminta agar proses hilirisasi nikel tak lagi berhenti pada ekspor produk setengah jadi.
Menurutnya, harus ada batas minimal 60% - 70% pengelolaan nikel di dalam negeri untuk industri baterai.
"Berdasarkan instruksi dari Pak Menteri BUMN, bahwa nikel yang diproses harus sampai baterai, minimal 60%-70% yang diserahkan untuk diproses itu jangan setengah jalan, tapi sampai ke baterai pack ke bawahnya," imbuh Orias.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul " Pabrik baterai mobil listrik, Kemenko Marves: 60% nikel harus diolah di Indonesia"