Wacana bensin Premium dihapus sebetulnya bukan usulan baru.
KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel) mengusulkan bensin Premium 88 dihapus karena tidak sesuai teknologi otomotif sekarang.
"Masa kita menggunakan BBM yang kualitasnya zaman 50 tahun yang lalu? Mending dihapus sekalian karena kalau digunakan, kendaraan kita akan cepat rusak," ungkap Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di Gedung Sarinah, Jakarta, 2018 lalu.
Lebih dari tiga tahun lalu, tepatnya pada 23 Desember 2014, Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri pernah merekomendasikan agar impor BBM jenis RON 88 atau Premium dihentikan.
Baca Juga: Pilih Denda Kerja Sosial, Wanita Ini terlihat Kaku dan Jijik Saat Membersihkan Sampah Jalanan
"Sesuai rekomendasi Tim, intinya premium RON 88 itu dihapus, hilang, tidak lagi dijual di SPBU. Buat apa? Di market hanya ada RON 92 ke atas," tegas Faisal.
Alasannya, sudah hampir tak ada lagi negara di dunia ini yang memproduksi bensin RON 88.
Selama ini, Pertamina mengimpor bensin RON 92 untuk diturunkan kualitasnya jadi RON 88.
Caranya mencampur bensin RON 92 dengan naphta sehingga jadi RON 88 namun membuat harga Premium jadi tinggi.
Sebelum 2015, Premium termasuk BBM bersubsidi namun harga yang tinggi membuat biaya subsidi jadi tinggi.
Baca Juga: Terungkap di Pengadilan, Pelaku Penggelapan Motor Ternyata Curi Motor dari Korban Kecelakaan Maut
Maka Tim Reformasi Migas ketika itu merekomendasikan agar bensin Premium diubah jadi RON 92 alias Pertamax.
Tapi, belum bisa menghapus Premium karena kilang-kilang Pertamina belum siap untuk mengganti Premium dengan Pertamax.
Premium baru bisa dihapus setelah Pertamina menyelesaikan 4 proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan 2 kilang baru (Grass Root Refinery/GRR).