Pantas Banyak Kecelakaan, Perlintasan Kereta Gak Resmi Jauh Lebih Banyak

Irsyaad Wijaya - Kamis, 25 Oktober 2018 | 18:00 WIB

Petugas mengevakuasi motor Honda BeAT milik pengendara ojek online yang terseret kereta api di Semar (Irsyaad Wijaya - )

Otomania.com - Marak insiden kecelakaan antara mobil dan kereta api di lintasan palang kereta.

Terbaru dan menyedot perhatian, kasus antara Mitsubishi Pajero Sport Vs KA Sri Tanjung di Surabaya, (21/10/18).

Akibatnya satu keluarga yang berada di dalam Pajero Sport tewas.

Lalu bagaimana sebenarnya keadaan perlintasan KA di Indonesia saat ini?

Kompas.com
Sebuah Mitsubishi Pajero Sport hancur tertabrak kereta

(BACA JUGA: Walikota Sampai Serba Salah, Sudah Tiga Kecelakaan Mobil Dihajar Kereta Di Surabaya)

Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI), Agus Komarudin menjelaskan, catatan PT KAI pada 2017 menunjukkan, jumlah pelintasan KA sebidang di Jawa sebanyak 3.907.

"Sebanyak 1.015 di antaranya merupakan pelintasan resmi dan 2.892 sisanya adalah pelintasan tidak resmi," kata Agus, (24/10/2018).

Data di Pulau Sumatera menunjukkan, sebanyak 914 pelintasan sebidang, terdiri atas 177 pelintasan resmi dan 737 pelintasan tidak resmi.

"Kondisi itu 100 persen adalah jalan raya atau jalan desa yang memotong jalur rel KA existing (yang sudah ada)," ujarnya.

(BACA JUGA: Ironis, Pajero Sport Dihajar Kereta Api di Surabaya, 2 Orang Jadi korban)

Agus menjelaskan, pelintasan resmi biasanya dijaga secara resmi dan penjaganya sudah tersertifikasi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.

"Sedangkan yang tidak resmi itu identik dengan pelintasan liar," ujarnya.

Pelintasan liar yang dimaksud misalnya masyarakat membuat jalan yang melintas rel tanpa izin dari pemerintah atau Ditjen Perkeretaapiaan.

"Ketika ada perpotongan sebidang pasti ada koordinasi antara Ditjen Perkeretaapian, KAI, dan stakeholder yang berkepentingan," kata Agus menjelaskan.

(BACA JUGA: Polisi Selevel Polda Turun Tangan, Anggap Tabrakan Maut Pajero Sport Vs Kereta Api Kasus Menonjol)

Namun, tak jarang pelintasan yang tidak resmi ini memang ada yang dijaga oleh masyarakat.

"Kalau ada swadaya masyarakat, baiknya berkoordinasi dengan Ditjen Perkeretaapian, Dishub (Dinas Perhubungan), dan KAI," tutur Agus.