Presiden Jokowi Akan Digugat Ojek Online, Lantaran Enggak Masukkan Motor Jadi Transportasi Umum

Irsyaad Wijaya - Minggu, 1 Juli 2018 | 17:00 WIB

Kiri ke kanan: Kuasa hukum KATO Yudi Winarno, Koordinator Presidium KATO Said Iqbal, dan Sekretaris Jenderal KATO Yudi Arianto saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (1/7/2018) (Irsyaad Wijaya - )



Otomania.com - Presiden Joko Widodo kabarnya akan digugat oleh Komite Aksi Transportasi Online (KATO).

Rencana itu menyusul ditolaknya gugatan KATO soal uji materi Pasal 47 ayat (3) UU No 22 tahun 2009 tetntan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan citizen law suit atau gugatan warga negara itu akan diajukan ke Pengadilan negeri Jakarta Pusat.

Koordinator Presidium KATO, Said Iqbal mengatakan, selain Jokowi ada 5 pejabat lainnya yang masuk dalam obyek gugatan.

Yakni Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kementerian Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

(BACA JUGA: Dasar Komedian, Andre Taulany Jual Yamaha RX-King, Bonus Sendal Jepit Buat Yang Gak Nawar )

"Kami menggugat citizen law suit, minggu depan mungkin, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Siapa yang digugat? Presiden, wakil presiden, Menteri Perhubungan, Menteri Tenaga Kerja, Menkominfo, ketua DPR," ujar Said saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/7/2018).

Presiden KSPI itu menjelaskan, ada dua gugatan yang akan dilayangkan dalam citizen law suit itu.

Pertama, meminta majelis hakim menyatakan keenam tergugat bersalah.

Sementara yang kedua, KATO meminta motor ditetapkan sebagai angkutan umum.

"Gugatannya sederhana, menyatakan pemerintah bersalah, enam orang ini bersalah, tidak melindungi pengemudi ojek online. Yang kedua, meminta untuk melindunginya adalah dengan cara pengakuan motor sebagai alat angkutan umum," kata Said.

(BACA JUGA: Setelah Harga, Kini Gantian Spesifikasi Suzuki Jimny Baru yang Bocor)

Dengan adanya ketetapan motor sebagai angkutan umum, lanjut Said, KATO akan mendorong penyedia aplikasi ojek online menjadi perusahaan transportasi.

Dengan demikian, aplikator akan memiliki hubungan kerja dengan para pengemudi ojek online.

"Kalau ada hubungan kerja, di situ bisa berunding meningkatkan kesejahteraan, perlindungan keselamatan, dan keamanan," ucapnya.

Langkah hukum lain yang akan dilakukan yakni mengajukan gugatan lagi ke MK.

Namun, gugatan itu akan diajukan oleh penggugat yang berbeda dengan menggugat pasal yang berbeda pula.

(BACA JUGA: Merasa Tak Langgar Aturan, Seorang Wanita Adu Mulut Dengan Polisi Saat Distop, Lantas Unggah Videonya )

KATO juga akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung untuk meminta motor dinyatakan sebagai angkutan umum.

Selain itu, KATO juga akan mendorong revisi UU LLAJ masuk dalam pembahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tahun 2019.

"Mendesak DPR membentuk panja (panitia kerja) dan pansus (panitia khusus) ojek online dan meminta masuk di Baleg 2019, revisi UU Nomor 22 Tahun 2009," kata Said.

MK sebelumnya memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.

Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.

(BACA JUGA: Pertamax Kini Rp 9.500, Pertamax Turbo Tembus Rp 10.700 Per Liter)

MK menolak permohonan pemohon karena menganggap  motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum.

MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.