Dengan adanya ketetapan motor sebagai angkutan umum, lanjut Said, KATO akan mendorong penyedia aplikasi ojek online menjadi perusahaan transportasi.
Dengan demikian, aplikator akan memiliki hubungan kerja dengan para pengemudi ojek online.
"Kalau ada hubungan kerja, di situ bisa berunding meningkatkan kesejahteraan, perlindungan keselamatan, dan keamanan," ucapnya.
Langkah hukum lain yang akan dilakukan yakni mengajukan gugatan lagi ke MK.
Namun, gugatan itu akan diajukan oleh penggugat yang berbeda dengan menggugat pasal yang berbeda pula.
(BACA JUGA: Merasa Tak Langgar Aturan, Seorang Wanita Adu Mulut Dengan Polisi Saat Distop, Lantas Unggah Videonya )
KATO juga akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung untuk meminta motor dinyatakan sebagai angkutan umum.
Selain itu, KATO juga akan mendorong revisi UU LLAJ masuk dalam pembahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tahun 2019.
"Mendesak DPR membentuk panja (panitia kerja) dan pansus (panitia khusus) ojek online dan meminta masuk di Baleg 2019, revisi UU Nomor 22 Tahun 2009," kata Said.
MK sebelumnya memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.
Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.
(BACA JUGA: Pertamax Kini Rp 9.500, Pertamax Turbo Tembus Rp 10.700 Per Liter)
MK menolak permohonan pemohon karena menganggap motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum.
MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.