Otomania.com - Momo Harmono, pria berusia 63 tahun masih terjun jadi pembalap di Supermoto Trial Game Asphalt.
Penampilan pria yang sudah berambut putih itu pun terlihat tak kalah agresif dengan pembalap muda pada sesi free practice atau latihan bebas.
Baik di kelas Free For All (FFA) 250 cc, FFA 450 cc Non Profesional (Non Pro), dan Trail 175 cc Non Pro pada Jumat (5/4/2018).
"Walau sudah tua begini, saya masih bisa melawan pebalap muda. Buktinya pada latihan resmi tadi, saya berhasil menduduki tiga tercepat di kelas FFA 250 cc, di bawah Doni Tata dan Tommy Salim," ujar dia.
Doni Tata dan Tommy Salim sendiri merupakan pembalap profesional yang masih aktif di dunia balap.
(BACA JUGA: Jaga Perasaan Ya... Omongan Begini Yang Bikin SPG Pameran Otomotif Sakit Hati)
Doni ikut kelas FFA 450 cc dan FFA 250 cc, sementara Tommy selain dua kelas itu ikut pula kelas Trail 175 cc Open, serta Trail 250 cc Open.
Meski begitu, Harmono mengatakan kalau hasil tersebut hanya bisa terjadi pada sesi latihan bebas dan kualifikasi yang membutuhkan putaran atau lap sedikit.
Pasalnya, balapan atau race yang membutuhkan banyak lap akan menguras banyak energi.
Pada sesi kualifikasi, Momo Harmono sendiri berhasil menjadi pebalap kedua tercepat di kelas FFA 450 Non Pro dengan mencetak waktu putaran terbaik 53,974 detik.
Kemudian di kelas FFA 250, catatan waktunya 56,753 detik (urutan ke-9), sedangkan kelas Trail 175 Non Pro 58,551 detik (urutan ke-7).
(BACA JUGA: Belum Sebulan Rilis, Suzuki All New Ertiga Sabet Penghargaan 'The Best MPV')
Bagaimana dengan hasil balapan?
Bapak tiga anak ini berhasil menjadi juara umum kelas FFA 450 cc Non Pro seri Mijen, setelah berhasil finis pertama pada race pertama dan kedua.
Di gelaran TGA, race pada masing-masing kelas berlangsung dua kali, siang dan malam.
Hasil dari dua race tersebut kemudian diakumulasi.
Pembalap yang mengumpulkan poin terbanyak akan keluar sebagai juara umum.
Pembalap yang berhasil finis pertama akan mendapat 25 poin, lalu finis kedua (22 poin), ketiga (20), keempat (18), kelima (16), keenam (14), ketujuh (14), kedelapan (13), kesembilan (12), dan seterusnya sampai urutan kedua puluh (1).
(BACA JUGA: Tak Berani Keluar Rumah Karena Gelap, Paginya Temukan Motor Di Semak-Semak)
Pada kelas Trail 175 cc Non Pro, Momo Harmono ada di peringkat ke-6, setelah finis ke-4 pada race pertama dan finis ke-6 di race kedua.
Sayang, pada kelas FFA 250, dia hanya menempati ranking ke-9, setelah gagal finis di putaran pertama dan finis ke-5 di race kedua.
"Pada balap pertama kelas FFA 250, gir rantai motor saya copot sehingga tidak bisa meneruskan balapan.
Padahal, waktu itu posisi saya sedang ingin melewati urutan ketiga," ucapnya, seusai balapan.
Lalu, apa motivasi bapak dari tiga anak ini untuk terus aktif di dunia balap?
Jawabannya adalah menjaga kesehatan.
Pria kelahiran Gresik 2 Mei 1955 ini mengaku kalau dirinya sudah tak lagi mencari kepuasan di dunia balap, tetapi menjaga kesehatan.
(BACA JUGA: Cari Aksesoris Krom Buat Mitsubishi Xpander? Nih Daftar Harganya, Mulai Rp 150 Ribuan)
Dengan mengikuti balap, dia terpacu untuk berolahraga, menjaga kualitas tidur, dan makan teratur.
"Semua itu dilakukan supaya fisik saya prima karena balapan supermoto menguras banyak tenaga sehingga dibutuhkan fisik yang kuat.
Minimal 500-600 kalori terbakar usai mengikuti satu race," ucap Harmono.
Untuk itu, lanjut dia, dirinya selalu memberi asupan tubuh sebanyak 500 kalori sebelum balapan dimulai.
(BACA JUGA: GP F1 Azerbaijan, Ambil Untung Dari Ban Valtteri Bottas Pecah, Lewis Hamilton Rebut Podium 1)
Pebalap pun harus mampu menghitung banyaknya asupan kalori yang masuk ke tubuhnya. Misalnya satu pisang gepok atau raja mengandung 150 kalori, maka pebalap harus makan 4 pisang agar tubuh mendapat pasokan maksimal 600 kalori.
Balap supermoto sulit Pria yang sudah memulai balapan sejak 1971 ini kemudian mengatakan bahwa balapan supermoto itu lebih sulit daripada balap motor lain, seperti road race, sport race, dan trail.
Hal itu terjadi karena sepeda motor yang digunakan dalam balapan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kendaraan yang seharusnya untuk trek offroad malah dipakai di aspal.
Oleh karena itu, menurut dia, pebalap dan tim harus mengeset atau men-setting motor dengan baik.
(BACA JUGA: Bikin Tampang Yamaha Aerox Makin Sporty, Handguard Motif Serat Karbon Cuma Rp 350 Ribu)
Tantangan lain datang dari stamina.
Untuk bisa menyelesaikan balapan, seorang pembalap mesti punya stamina yang lebih kuat dari biasanya.
Mereka pun harus olahraga di pusat kebugaran atau juga workout untuk membentuk otot tubuh.
Hal senada diutarakan Doni Tata.
Pembalap yang pernah berpartisipasi dalam ajang balap motor dunia kelas 250 cc atau Moto 2 ini mengatakan, balapan supermoto itu lebih capek dari balapan motor yang lain.
(BACA JUGA: Lihat Manfaat Lain Kaca Helm Retro, Buat Cover Headlamp Motor Custom)
Penyebabnya karena dalam balapan tersebut ada trek rintangan lompat yang harus dilalui pebalap.
Alhasil mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra.
"Rasa letih saya bertambah 30 persen lebih banyak dibanding rasa letih setelah selesai mengikuti balapan road race (motor bebek)," kata Doni.
Untuk soal setting-an motor, Doni mengakui bahwa mendapatkan setelan yang pas di supermoto itu sulit.
Alasannya karena banyak komponen di motor iyang bisa disetel sehingga butuh waktu lebih untuk penyesuaian.
Tak cuma itu, agar bisa mendapatkan hasil terbaik, Doni yang terbiasa balapan road race dan sport harus menyesuaikan gaya balapnya lagi karena setang kemudi di supermoto lebih lebar, dan motornya pun lebih tinggi.
(BACA JUGA: Tragis! Ninja 250 Kecelakaan, Pelat Masih Putih, Pengendara Tergeletak Tak Bergerak)
"Makanya kalau sedang menikung, posisi tubuh saya tidak terlalu rebah seperti di road race, takut jatuh karena bobot sepeda motor lebih berat dan lebih tinggi," kata Doni.
Maka dari itu, dibutuhkan perhitungan matang untuk melibas trek.
Dengan begitu "Nyali Aja Ngga Cukup" untuk bisa balapan, apalagi menjadi juara di kejuaraan TGA ini.