Otomania.com - Belum banyak yang tahu kalau Honda CBR250RR ada yang versi mesin 4 silinder, walaupun bukan motor baru tapi tenaganya tergolong besar untuk sekarang ini.
Kehadiran Kawasaki Ninja ZX-25R beberapa waktu lalu, bisa dibilang jadi titik awal kebangkitan motor bermesin 250 cc 4-silinder yang pernah berjaya di era 1980 sampai 1990-an.
Saat itu beberapa pabrikan Jepang seperti Kawasaki, Honda, Yamaha dan Suzuki sudah punya jagoannya masing-masing untuk bersaing di kelas 250 cc 4-silinder.
Dari kubu Honda, ada CBR250RR MC22 yang jadi andalan di segmen tersebut.
Sebagai informasi, pabrikan berlogo sayap mengepak tersebut untuk pertama kalinya menjual CBR250RR MC22 pada 1990 silam.
Sayangnya sport fairing bermesin empat silinder ini hanya dijual sampai 1996 dan tersedia untuk pasar Jepang saja.
Untuk spesifikasinya, CBR250RR MC22 dipersenjatai jantung pacu 249 cc empat silinder DOHC dengan sistem pengabutan karburator Keihin 29 mm.
Mesin tersebut dikawinkan dengan transmisi manual 6-percepatan, yang sanggup memuntahkan tenaga 45 dk pada 14.500 rpm dan torsi maksimal 23,5 Nm pada 11.500 rpm.
Namun tenaga dari sport fairing Honda ini terpaksa dipangkas menjadi 40 dk pada 1994, mengikuti peraturan yang berlaku di Jepang.
Baca Juga: Harga Tinggal Rp 16 Juta, Motor Bekas Honda CBR150R Powernya Nendang, Cocok buat Riding
Melansir bike-urious.com, sudah ada yang melakukan pengetesan pada Honda CBR250RR MC22 ini dan mengklaim jantung pacunya sanggup berputar sampai 20 ribu rpm.
Dengan berat keseluruhan hanya 143 Kg, bukan hal sulit bagi mesin 4-silinder tersebut untuk melesatkan motor ini hingga mencapai top speed 185 Km/jam.
Kaki-kaki depan masih menggunakan suspensi teleskopik berukuran 37 mm, sedangkan untuk bagian belakangnya monoshock.
Lalu roda depan-belakang menggunakan pelek berukuran 17 inci yang dibalut dengan ban 110/70 bagian depan dan 140/60 bagian belakangnya.
Karena punya spesifikasi mesin yang gahar dan tampilan sporty, enggak heran kalau Honda CBR250RR MC22 ini dijuluki 'Baby Fireblade'.
Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR