Hal ini sudah tertera pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.
Dalam undang-undang itu disebutkan, polisi tidur harus menyerupai trapesium dan bagian yang menonjol di atas jalan punya tinggi maksimal 12 cm.
Lalu kedua sisi miringnya punya kelandaian yang sama yakni 15 persen, dengan lebar bagian atas minimal 15 cm.
Bahan untuk membuat polisi tidur juga bermacam-macam, mulai dari badan jalan, karet atau bahan lain yang bisa membuat para pengguna kendaraan melambatkan lajunya.
Enggak cuma bentuk dan bahan pembuatnya, polisi tidur juga tidak boleh sembarangan bikin di manapun ada jalan.
Pasalnya, ada tiga tempat yang disetujui untuk dipasang polisi tidur, yakni lingkungan pemukiman, jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi dan jalan lokal kelas IIIC.
Terkait jalan kelas IIIC ini sudah ada ketentuannya, yakni jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan bermotor dan kendaraan bermuatan dengan lebar tidak lebih dari 2.100 mm, panjang 9.000 mm dan muatan terberat yang diizinkan hanya 8 ton.
Kalau sampai ada yang berani bikin polisi tidur secara asal, hati-hati bisa dapat sanksi yang enggak main-main.
Aturannya sudah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mulai dari Pasal 274 yang berisi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan bisa dipenjara paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 24 juta.
Hingga Pasal 275 yang berbunyi setiap orang yang melakukan perbuatan yang menyebabkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan bisa mendapat sanksi.
Entah itu hukuman penjara paling lama satu bulan atau membayar denda paling banyak Rp 250 ribu.
View this post on Instagram
Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
Sumber | : | GridOto.com,Instagram @abouttng |
KOMENTAR