Jakarta, Otomania.com - Fenomena pengguna jalan raya, terutama pengendara motor dan mobil, yang tidak berhenti di belakang garis marka banyak ditemui di berbagai persimpangan. Para pengendara ini beralasan tidak ada tempat untuk berhenti sampai sedang terburu-buru menuju tempat tujuan.
Apapun alasannya, berhenti di belakang garis marka sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan. Pada pasal 106 ayat 4 tertulis, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan (a) rambu perintah atau rambu larangan, (b) marka jalan, (c) alat pemberi isyarat lalu lintas, (d) gerakan lalu lintas dan (e) berhenti dan parkir.
Kemudian bagi pengguna kendaraan yang tidak mematuhi peraturan ini maka pasal 287 mengatur mengenai dendan dan pidana yang siap diterima. Pengendara yang melanggar dapat dikenakan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Alasan lain kenapa pengendara harus berhenti di belakang garis marka adalah untuk menghormati hak pejalan kaki, terutama pada fasilitas penyebrangan zebra cross. Dalam undang-undang lalu lintas tersebut, pasal 106 ayat 2, pengemudi kendaraan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.
Baca : Ibu-ibu Ini Doyan Modifikasi dan Balapan
"Faedahnya berhenti di belakang garis stop dan zebra cross pertama untuk kenyamanan dan ketertiban, dan kedua tidak kena sanksi. Selain itu untuk menunjukkan itikad baik menghormati sesama pengguna jalan. Sederhana saja," ucap Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) saat dihubungi Otomania beberapa waktu lalu.
Perhatian berhenti di belakang marka ini kembali menyeruak setelah video seorang ibu pengendara viral di media sosial. Ibu-ibu tersebut memarahi petugas kepolisian yang memintanya berlaku tertib memundurkan sepeda motornya ke belakang garis setop.
Baca: Ibu-ibu pengendara motor bersitegang dengan Polwan
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR