Jakarta, Otomania.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya memperluas wilayah larangan sepeda motor. Selain Jalan Merdeka Barat dan MH Thamrin, bikers tidak boleh melintas di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman sampai Bundaran Senayan.
Jika sesuai dengan rencana, maka tahap uji coba dilakukan 12 September sampai 11 Oktober 2017. Usai itu, 12 Oktober 2017 mulai diterapkan, dan pengguna motor yang melanggar langsung ditilang sesuai dengan undang-undang.
Seperti dijelaskan Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) di blognya awalnya pembatasan itu dikaitkan dengan upaya menurunkan kecelakaan lalu lintas jalan. Namun, belakangan menjadi upaya mengurai kemacetan lalu lintas jalan di Jakarta.
Secara hukum, pembatasan pergerakan lalu lintas jalan cukup kuat. DKI Jakarta memiliki Peraturan Daerah (Perda) No 5 tahun 2014 yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 28 April 2014.
Baca juga: Masa Uji Coba, Motor yang Lewat Sudirman Bakal Ditilang?
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa untuk melaksanakan pengendalian lalu lintas jalan, dapat melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor pada kawasan tertentu dan atau waktu dan atau jaringan jalan tertentu.
Perda tersebut merujuk pada UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Selain itu, merujuk pada PP No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Kedua regulasi ini memungkinkan untuk terjadinya pembatasan lalu lintas sepeda motor. Dalam PP 32/2011 ditegaskan bahwa, jalan yang dibatasi sedikitnya memenuhi kriteria memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5 (nol koma lima).
Kedua, telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan.
Baca juga: Indonesia Lamban Sambut Peluang Gelar MotoGP
Selain itu, angkutan umum yang disediakan harus memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Defenisi SPM bila merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 98 tahun 2013, meliputi, keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan.
Salah satu aspek dalam keteraturan, khususnya dalam jarak antara kendaraan angkutan perkotaan disebutkan bahwa pada waktu puncak paling lama 15 menit dan non puncak paling lama 30 menit. Penentuan waktu puncak disesuaikan kondisi masing-masing daerah.
"Artinya, jika angkutan umum yang dimaksud telah terwujud, pembatasan sepeda motor pun dapat melenggang dengan mulus. Namun, tetap dengan catatan, dilakukan sosialisasi dengan massif dan tepat sasaran," ujar Edo.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR