Jakarta, Otomania.com – Pemerintah telah menargetkan mobil listrik dapat diproduksi massal pada 2025 mendatang. Targetnya pun tidak main-main, sebanyak 400.000 unit.
Nissan sebagai salah satu pemain otomotif di Indonesia merasa target tersebut bukan hal yang tidak mungkin tercapai. Asalkan dengan syarat tertentu.
“Selama pemerintah serius, bukan sesuatu yang sulit. Pokoknya bagaimana mempersiapkan regulasi dengan cepat, tidak ada yang tidak mungkin,” ucap Davy J Tuilan, Vice President Marketing and Sales PT Nissan Motor Indonesia (NMI) saat ditemui Otomania beberapa waktu lalu.
Syarat kedua adalah insentif yang ditawarkan untuk produk mobil listrik ini nantinya. Menurut Davy, pemerintah harus mengupayakan kemudahan bagi produsen maupun konsumen yang telah memilih produk mobil listrik.
“Bisa lewat perpajakan atau impor duty. Dari Nissan mengusulkan bea balik nama (BBn) saat registrasi kendaraan. Dimana mobil konvensional dengan mesin bakar harus lebih mahal dari mobil listrik,” ucap Davy.
Nissan sendiri memiliki teknologi e-Power yang telah dikenalkan pada pameran otomotif beberapa waktu lalu. Teknologi ini membuat permasalahan infrastruktur mobil listrik (stasiun pengisian daya) dijembatani dengan teknologi mesin konvensional yang menjadi pengisi daya bagi penggerak motor listrik.
“Kehadiran e-Power yang paling mendekati saat ini. Terlebih bila nanti regulasi mobil listrik atau LCEV diberlakukan dan boleh CBU selama dua tahun lalu impor duty 0 persen misalnya, kita akan datangkan langsung dari Jepang,” ungkap Davy.
Editor | : | Azwar Ferdian |
KOMENTAR