Adapun wujud evaluasinya yakni berupa validasi data kependudukan yang ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Kemudian, PT Pertamina (Persero) juga sudah melakukan proses digitalisasi sistem pengisian BBM di SPBU.
"Dari kunjungan saya beberapa waktu yang lalu ke lapangan ditemukan banyaknya penyimpangan. (Penyimpangan) ini kalau bisa kita tertibkan, banyak yang bisa kita hemat." ujar Arifin.
"Ini merupakan bagian dari evaluasi kita. Saya yakin kebocoran kita cukup banyak, untuk itu sudah ada perangkat, yaitu sanksi terhadap penyalah guna BBM subsidi, yaitu hukuman enam tahun ditambah (denda) Rp 60 miliar, ini akan kami sosialiasikan kembali," lanjutnya.
Perihal tersebut menurutnya harus dilakukan agar pendistribusian BBM bersubsidi tepat sasaran.
Untuk itu, saat ini sedang dilakukan revisi atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Menurut Arifin, pemerintah terus melakukan berbagai upaya secara internal agar penyaluran BBM tepat sasaran sehingga terjadi efisiensi yang bisa mengurangi beban keuangan negara.
Di samping itu, masyarakat juga didorong untuk hemat energi dan membangun kesadaran untuk dapat memanfaatkan energi seefektif mungkin.
"Kemudian yang kedua, eksternal, kita juga harus bisa mengimbau OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries/organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi) untuk bisa menambah kuota produksinya," pungkas Arifin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cegah BBM Subsidi "Bocor", Menteri ESDM Ingatkan Sanksi Penjara 6 Tahun dan Denda Rp 60 Miliar