"Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawit. Ini yang kami duga," katanya.
Nicke mengatakan, hingga saat ini Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi guna mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU.
Bahkan, penyaluran per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10 persen, dari yang seharusnya 2,27 juta kilo liter (KL) menjadi 2,49 juta KL.
"Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kita tetap suplai, walaupun sekarang sudah over kuota, per bulan kan ada kuota. Tapi sudah over 10 persen sampai dengan Februari," imbuhnya.
Oleh sebab itu, menurut Nicke, dibutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah untuk bisa mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi.
Hal ini guna memastikan bahwa penyaluran solar subsidi bisa tepat sasaran sehingga tidak mengalami kelangkaan.
"Solar subdisi memang ada aturannya di Perpres (Peraturan Presiden), tapi mungkin perlu ada level Kepmen (Keputusan Menteri) yang mengatur petunjuk teknis untuk bisa digunakan di level lapangan," ungkap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Solar Langka, Dirut Pertamina Duga Ada Penyelewangan Perusahaan Sawit dan Tambang",