Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, mengatakan masa pandemi Covid-19 terutama saat pemberlakukan PSBB jadi penyebab utamanya turunnya kinerja perseroan (rugi).
"Salah satu shock yang dialami pada masa pandemi Covid-19 adalah penurunan permintaan (demand) BBM, namun seiring pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru dan pergerakan perekonomian nasional," terang Fajriyah dalam keterangannya.
Baca Juga: Sering Gonta-ganti Merek Bensin Apa Efeknya? Ini Penjelasan Dari Ahli
"Tren penjualan Pertamina pun mulai merangkak naik. Kinerja kumulatif Juli juga sudah mengalami kemajuan dan lebih baik dari kinerja kumulatif bulan sebelumnya,” kata dia lagi.
Menurut Fajriyah, periode Februari hingga Mei 2020 merupakan masa-masa terberat Pertamina dengan volume demand yang terus mengalami penurunan tajam akibat pandemi Covid-19.
Bahkan saat diberlakukan PSBB di sejumlah daerah, penurunan permintaan BBM di kota-kota besar mencapai lebih dari 50 persen.
Pertamina juga harus menghadapi tekanan tambahan berupa penurunan pendapatan di sektor hulu, total pendapatan Pertamina, yang tercantum dalam Laporan Keuangan unaudited Juni 2020 turun hingga 20 persen.
Fajriyah juga menyampaikan dengan penurunan pendapatan yang signifikan, maka laba juga turut tertekan.
Pada pada Januari 2020, Pertamina masih membukukan laba bersih positif 87 juta dollar AS.
Namun memasuki 3 bulan selanjutnya, mulai mengalami kerugian bersih rata-rata 500 juta dollar AS per bulan.
Perusahaan juga sempat tertekan dengan harga minyak ICP pada April sebesar 21 dollar AS per barel. Sementara perusahaan juga harus mempertahankan bisnis hulu migas.