Direktur Keuangan Pertamina Beberkan Penyebab Kerugian Rp 11 Triliun

Adi Wira Bhre Anggono - Selasa, 1 September 2020 | 11:30 WIB

Ilustrasi SPBU Pertamina. Harga bensin Pertalite (Adi Wira Bhre Anggono - )

Baca Juga: Pertalite Turbo, Bensin Baru Oktan Lebih Tinggi dari Pertamax, Tapi Harga Lebih Murah

Pertamina juga memitigasi risiko selisih kurs dengan meningkatkan kinerja arus kas perusahaan.

Dilansir dari Antara, Emma menjelaskan volume penjualan BBM/BBK pada April 2020 turun hingga 26 persen jika dibandingkan dengan Juli 2019.

Turunnya permintaan masyarakat dalam menggunakan BBM menyebabkan Pertamina kehilangan pendapatan (revenue).

"Pandemi Covid-19 sangat signifikan sekali terhadap penurunan permintaan ini, menyebabkan pendapatan kita sangat terdampak. Kita lihat di kuartal II bulan April ini adalah posisi terdalam," kata Emma.

Emma menjelaskan bahwa penjualan BBM mulai menunjukkan tren positifnya pada bulan Juni yang meningkat sebesar 7 persen, dan Juli sebesar 5 persen, meski belum kembali pada "normal rate".

Baca Juga: Cuma Sedikit Negara yang Masih Pakai BBM Beroktan Rendah Seperti Premium, Pertamina Kok Masih Mempertahankan?

Turunnya permintaan pada BBM juga memberikan dampak pada inventarisasi atau bahan bakar yang tersimpan di kilang.

Sebagai contoh, stok avtur pada April-Mei saja mencapai hingga 400 hari, namun di sisi lain biaya inventarisasi tetap berjalan.

"Avtur kita stoknya bisa sampai 400 hari, solar juga, semua terdampak dan itu memakan menjadi inventory cost, sementara revenue tidak ada," kata Emma.