Viral Konsumen Ojol Tersinggung Dipanggil 'Kak', Dosen Psikologi dan Sosiologi Beri Tanggapan Seperti Ini

Adi Wira Bhre Anggono - Senin, 6 Juli 2020 | 11:30 WIB

ILUSTRASI driver ojol dan konsumennya (dalam foto: Seorang driver ojol bikin rapper Indonesia Saykoji takjub). (Adi Wira Bhre Anggono - )

Otomania.com - Belakangan viral di Twitter mengenai keluhan konsumen ojek online yang kesal dipanggil 'kak'oleh driver-nya.

Hal itu pun sempat menjadi salah satu trending topic di Twitter pada Minggu (5/7/2020) malam.

Penyebabnya adalah unggahan dari akun @tubbirfess yang menampilkan hasil tangkapan layar twit seorang warganet kepada akun resmi Grab Indonesia @GrabID.

Dalam tangkapan layar tersebut, terlihat seorang warganet yang juga pengguna jasa ojek online menyampaikan kemarahannya karena dipanggil oleh drivernya dengan sebutan "kak".

Unggahan tersebut kemudian mendapat tanggapan cukup ramai dari warganet.

Mereka menyebut tidak ada alasan bagi customer tersebut untuk marah, karena panggilan "kak" adalah panggilan yang netral dan memiliki maksud untuk menghormati customer.

Ingin menghormati

Unggahan asli dari warganet tersebut saat ini sudah dihapus, namun akun resmi Grab Indonesia sempat menanggapi twit itu.

Menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini, ada keinginan untuk menghormati orang lain ketika memanggil dengan panggilan tertentu.

Dalam kasus yang ramai di Twitter itu, Romy, begitu ia biasa disapa, menyebut panggilan 'kak' digunakan oleh driver kepada customer untuk menunjukkan penghormatan kepada customer yang tidak diketahui gender dan juga usianya.

"Daripada 'mas' atau 'mbak', kalau 'mas' sudah tertuju pada laki-laki, mbak tertuju pada perempuan," kata Romy saat dihubungi Kompas.com (5/7/2020).

Dia sendiri tidak melihat ada yang perlu dipermasalahkan dari panggilan 'kak' atau 'kakak'.

Baca Juga: 5 Fakta Pelaku Penendangan Driver Ojol di Pekanbaru, Tes Urin Pelaku Positif Narkoba

Menurutnya, dengan menggunakan panggilan tersebut, tidak serta merta menunjukkan bahwa ada hubungan saudara, melainkan lebih karena ingin menghormati.

"Kalau manggil nama, itu biasanya yang sudah punya hubungan dekat.

Jadi, kalau misalnya ada yang manggil nama saya 'Hei, Romy' padahal saya belum terlalu kenal, tentu saya akan bertanya 'Siapa dia? Kok berani manggil nama saya begitu saja'," kata Romy

Ada perbedaan konteks budaya Dikonfirmasi terpisah, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Drajat Tri Kartono menyebut ada perbedaan konteks budaya dalam memahami panggilan 'kak' antara customer dan driver Grab.

Baca Juga: Pajero Sport Berasap Dikira Korban Teror Bom, Polisi Jelaskan Sumbernya dan Ini Keterangan Saksi

"Kalau saya melihat, penolakan dia (customer) yang keras itu mengandung konsepsi tentang gender.

Sepertinya dia merasa panggilan 'kak' itu adalah panggilan untuk kakak perempuan, maka kemudian dia menyebut istilah-istilah yang spesifik keperempuanan itu, karena dia merasa tidak dihargai sebagai laki-laki," jelas Drajat saat dihubungi Kompas.com (5/7/2020).

Hal itu terjadi karena perbedaan orientasi gender. Dia (customer) merasa harus dihargai sebagai laki-laki, tetapi ia menganggap bahwa panggilan 'kak' itu untuk perempuan.

Sehingga, timbul selisih pemahaman karena perbedaan konteks pengetahuan dan konsep budaya.

Baca Juga: Mobil Dinas Walikota Semarang Boleh Dipinjam Untuk Nikahan, Syaratnya Gampang Dipenuhi

Drajat juga menjelaskan bahwa panggilan-panggilan seperti 'kak', 'mas', 'mbak', muncul karena ada kesepakatan sosial kolektif di masyarakat.

Panggilan-panggilan tersebut, menurutnya muncul karena adanya nilai penghormatan serta kesopanan, juga untuk menghargai status seperti usia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai soal Pelanggan Ojol Marah Dipanggil "Kak", Apa Ada yang Salah?".