Otomatisasi Tol Dianggap Kejahatan

Febri Ardani Saragih - Sabtu, 16 September 2017 | 08:01 WIB

Transaksi non-tunai menggunakan kartu e-toll cuma butuh waktu 2-3 detik (Febri Ardani Saragih - )

Jakarta, Otomania.com – Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang sudah bergerak sejak 2014 berujung kini pada otomatisasi transaksi pembayaran di gerbang tol. Otomatisasi atau pemanfaatan teknologi itu sekarang dianggap mengancam nasib sekitar 20.000 pekerja.

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) meyakini, 20.000 pekerja itu bakalan kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari 20.000 pekerja itu, sekitar 10.000 orang merupakan karyawan PT Jasa Marga (persero) Tbk, sedangkan sisanya bekerja untuk perusahaan swasta yang berkaitan dengan jalan tol.

Presiden Aspek Mirah Sumirat mengatakan PHK buat 20.000 orang sama saja menghilangkan satu angkatan kerja. Efeknya bakal lebih besar sebab bukan hanya mengancam para pekerja tetapi juga keluarga yang bergantung pada mata pencaharian itu.

Aspek menganggap GNNT merupakan bisnis korporasi, dampak ancaman PHK buat karyawan dikatakan Mirah sebagai kejahatan kemanusiaan.

Baca juga: Gerbang Tol Semua Otomatis, Bagaimana Nasib Pekerja?

“Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukaan korporasi. Ada lima nyawa yang akan dihilangkan, pekerja, istrinya, dan tiga anaknya. Mereka sudah pada tua, lulusan SMA, pengalaman hanya bekerja di tol,” ucap Mirah, Kamis (14/9/2017).

Permintaan Aspek

Buat mengatasi ancaman untuk para pekerja sekaligus sebagai solusi masalah transaksi pembayaran tol, Aspek mengunggah empat permintaan untuk pemerintahan Joko Widodo, yaitu:

1. Segera menghentikan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT/less cash society) yang dicanangkan Bank Indonesia.

2. Segera menghentikan pembangunan 100 persen gardu tol otomatis (GTO), yang saat ini semakin gencar dilakukan oleh Jasa Marga dan perusahaan jalan tol lainnya.