Otomania.com - Sudah diuji TNI, tapi alat pengubah air jadi pengganti bensin dibantah pakar ITB, begini penjelasannya.
Mesin pengubah air menjadi pengganti bensin yang ditemukan oleh warga Cirebon belakangan viral di media sosial.
Penemuan alat bernama Nikuba ini diklaim dapat mengubah air menjadi hidrogen (H2) sebagai pengganti bensin.
Bahkan, alat pengubah air jadi pengganti bensin ini sudah diuji oleh TNI.
Alat ini dibuat oleh Aryanto Misel (67), warga Lemahabang Wetan, Kecamatan Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat.
Namun, pandangan berbeda datang dari Dr. Ing. Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, dosen teknik mesin ITB dan juga peneliti LAPI ITB.
Pria yang akrab disapa dengan Doktor Yus itu mengatakan, Nikuba bukanlah alat pengubah air jadi bensin, melainkan alat penghemat bensin.
"Sebenarnya alat itu sudah lama ada dan di Indonesia sudah banyak yang mengembangkan," ujar Prof Yus saat dihubungi, Selasa (10/5/2022).
"Bahkan kalau liat di e-commerce itu juga sudah ada yang jual alat serupa," sambungnya.
Ia menjelaskan, Nikuba menggunakan gas HHO, bukan hidrogen atau H2 murni.
HHO atau Hidrogen Hidrogen Oksigen ini disebut gas Brown.
"Kalau menggantikan bensin enggak mungkin, karena energi yang digunakan untuk meng-elektrolisis supaya keluar produk HHO, itu sekitar 180 Megajoule/kg," lanjutnya.
"Sementara energi yang dimilik HHO itu hanya 130 MegaJoule/kg," tambahnya. Yus.
"Artinya kalau HHO digunakan untuk bahan bakar tanpa bantuan bensin, jadi tekor 50 Megajoule/kg," sambungnya.
"Artinya enggak bisa menggantikan bensin, darimana menutup 50 Megajoule/kg," lanjut dia.
"Makanya bisanya untuk menghemat, tetap ada bensin," tambahnya.
"Kalau dipisah jadi H2 dan O2, kalau tidak dipisah HHO, kalau saya lihat alat beliau kayaknya enggak dipisah jadi yang keluar HHO," lanjut Prof Yus.
"Kalau dibilang menghemat bensin saya setuju, tapi kalau menggantikan bensin enggak setuju," sambungnya.
Yus menegaskan jika penemuan alat ini bukanlah teknologi baru.
"Bukan teknologi baru, itu teknologi yang sudah lama, bahkan di luar itu banyak penelitiannya tapi sudah ditinggal, karena pada kenyataannya enggak efektif," jelas Prof Yus.