Otomania.com - Profesi menjadi petugas penjaga jalur lintasan (PJL) bukanlah sebuah pekerjaan mudah.
Karena pekerjan ini menyangkut keselamatan nyawa manusia, dan jika tidak berhati-hati, maka bisa menimbulkan korban.
Melansir dari Kompas.com, salah satu petugas yang sehari-hari berjaga di perlintasan dekat Stasiun Ancol yaitu Sulaiman mengatakan.
Bahwa pekerjaan menjadi petugas penjaga jalur lintasan (PJL) ini memiliki resiko dan tantangan cukup tinggi.
"Kelihatannya saja mudah, cuma jaga perlintasan terus berhentiin kendaraan. Padahal mah, risikonya gede. Belum lagi ketemu pengendara yang keras kepala," ujar Sulaiman kepada Kompas.com.
Baca Juga: Viral Gambar Anak Kecil Menutup Perlintasan Kereta Api dengan Tali Rafia, Ini Faktanya
Sulaiman berujar, ia sering kali bertemu dengan pengendara yang memaksa menerobos perlintasan meski sudah ditegur.
"Pernah saya tegur tuh pengendara yang ngeyel. Tetapi masih aja tetap nerobos," imbuh dia.
Sulaiman bahkan pernah bertengkar dengan salah satu pengendara yang mengaku bagian dari instansi negara.
Padahal, pengendara itu sudah diberitahu baik-baik dan sadar risiko bahwa melintas rel saat kereta mau lewat itu berbahaya.
Tak hanya sekali dua kali saja Sulaiman mendapat perlakuan seperti itu dari pengendara.
Baca Juga: Video Pemotor Mau Terobos Palang Pintu Kereta Api, Dinasehati Ngeyel
"Sering saya diajak berantem sama pengendara. Kalau ditegur, pasti jawabnya 'gue orang sini, jangan macam-macam lu' .
Padahal kan mereka tahu bahwa kalau nerobos itu bahaya," ujarnya.
Ia mengaku tidak takut meskipun mendapat perlakuan seperti itu dari beberapa pengendara yang bandel.
"Kalau dia ngeyel, meskipun sudah dikasih tahu baik-baik, tetap saya pasti akan dibela sama warga. Masalahnya ini menyangkut nyawa sih. Tugas pokok PJL kan mengamankan perlintasan kereta," ujar pria asal Banten ini.
Perlintasan KA tanpa palang di Stasiun Ancol ini membuat ia harus bekerja secara ekstra dan lebih berhati-hati.
Perlintasan kereta tanpa palang ini menghubungkan Jalan Budi Mulya Raya dan Jalan RE Martadinata.
"Perlintasan yang ada palangnya aja kadang masih banyak yang nerobos. Apalagi yang gaada palangnya. Makanya, saya tuh selalu standby 10 menit sebelum kereta melintas, agar bisa memberhentikan kendaraan yang lewat," ujarnya.
Baca Juga: Perlintasan Tanpa Palang Kembali Makan Korban, Motor Hancur, Pengendara Tewas Ditabrak Kereta
Selain itu, para petugas PJL ini hanya bermodalkan bendera dan peluit sebagai isyarat bagi pengguna jalan untuk berhenti ketika kereta hendak melintas.
Meskipun cuaca tidak menentu, ia harus tetap mengawasi perlintasan kereta.
"Resiko sih kalau jadi PJL. Harus panas-panasan demi menjaga keamanan pengendara kendaraan. Belum lagi kalau hujan, harus siapin payung atau jas hujan. Soalnya kan ini manual semua, jadi ya saya harus ke perlintasan langsung buat nyetop pengendara," tambahnya.
Sulaiman menambahkan, ketika terjadi macet yang cukup parah di Jalan RE Martadinata maupun Jalan Budi Mulya Utama, ia harus memberikan semboyan 3 yang mengisyaratkan bahwa perlintasan kereta yang akan dilewati berstatus tidak aman.
Untuk memberikan semboyan itu, Sulaiman harus berlari 500 meter sambil membawa bendera merah untuk memberhentikan kereta yang hendak melintas.
Ketika ditemui Kompas.com, Sulaiman tidak merasa lelah meskipun terlihat keringat mengucur dari dahinya akibat teriknya matahari dn lari-larian.
Baginya, ikhlas adalah kunci untuk menjalankan profesinya sebagai petugas PJL.
Pria asal Banten tersebut mengatakan, pekerjaan yang ia jalani tersebut sangat ia nikmati.
Bekerja untuk keselamatan orang lain ditekuninya dengan tulus hati.
"Semua pekerjaan itu berat, tetapi demi istri dan anak, harus dijalani tanpa pamrih," kata Sulaiman.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Penjaga Lintasan Kereta Tak Berpalang di Ancol, Lari-lari 500 Meter hingga Ribut dengan Pengendara "Ngeyel"",