Otomania.com - Untuk menahan laju impor mobil mewah yang terus melejit, pemerintah berniat menaikan bea masuknya sampai 190 persen.
Artinya harga yang dibayar konsumen nantinya akan tiga kali lipat dari banderol di negara asalnya.
Langkah dari pemeritah dengan menyesuaikan PPh pasal 22 yang menyebutkan mobil mewah akan dikenakan kenaikan menjadi 10 persen, dari sebelumnya sekitar 2,5 persen sampai 7,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, menjelaskan, ada beberapa instrumen tambahan lain, yang mendukung kebijakan pengendalian impor barang konsumsi, khususnya untuk barang mewah.
Instrumen tersebut diantaranya bea masuk yang dipukul rata sampai 50 persen, di mana sebelumnya berkisar 10 persen sampai 50 persen, lalu ada juga Pajak Pertambahan Nilai (PPn) yang angkanya masih tetap dipertahankan di angka 10 persen.
(BACA JUGA: Dikunjungi, Paus Fransiskus Titip Wejangan Buat Lima Pembalap MotoGP)
Selanjutnya masih ada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), antara 10 persen sampai 125 persen.
“Jadi kalau mobil mewah masuk sini, mereka harus membayar 125 persen (PPnBM) ditambah bea masuk 50 persen, PPn 10 persen, ditambah PPh 10 persen, kira-kira hampir dikenakan 190 persen dari harganya,” ujar Sri Mulyani,(5/9/2018).
Langkah itu diambil Kementerian Keuangan untuk menekan nilai tukar rupiah yang kini semakin anjlok.
Lantas, bagaimana importir mobil mewah menanggapi hal tersebut?
Rudy Salim, Presiden Direktur Prestige Image Motorcars, mengatakan, hal tersebut pastinya akan mempengaruhi penjualan Prestige Image Motorcars, sebagai salah satu importir kendaraan mewah di Indonesia.
(BACA JUGA: Rumor Biodisel B20, Punya Senyawa Pelarut, Bikin Filter Bahan Bakar Mampet)
"Pastinya akan mempengaruhi penjualan Prestige Image Motorcars, sebagai salah satu importir kendaraan mewah di Indonesia,"
"Saya setuju kalau saat ini kita jangan 'terlalu' pamer kemewahan disaat ekonomi sulit dan dollar gila-gilaan, khawatirnya akan memancing kecemburuan sosial," ujar Rudy Salim.
"Tetapi akar pokok masalahnya, kita semua tahu kalau masalah dolar ini disebabkan selain saat ini perang tarif, juga karena hampir semua bahan baku kita 70% impor, dan bahan modal 20% impor, selebihnya dan sebagian kecil baru barang barang mewah/luxuries items," tambahnya.
Berkaca dari situasi tersebut, ia mengaku, pihaknya kini tengah melakukan evaluasi, terkait dengan kebijakan baru ini.
(BACA JUGA: Sopir Bus Ugal-ugalan Langsung Keok, Diadang Tentara Pakai Vario)