Cerita Tanah Papua, Angkot di Sana Pakainya Fortuner Sampai Triton, Sekali Naik Rp 500 Ribu

Ditta Aditya Pratama - Senin, 27 Agustus 2018 | 20:30 WIB

Kisah dibalik transportasi di pedalaman Papua, sekali naik angkot Rp 500 ribu (Ditta Aditya Pratama - )

Otomania.com - pasti terkejut jika sedang berkunjung ke daerah pedalaman Papua, Irian Jaya.

Kaget melihat angkot yang bersliweran di sana, karena rata-rata menggunakan mobil kelas menengah.

Seperti Toyota Fortuner, Innova, Hilux sampai Mitsubishi Triton.

Cerita mengenai perbedaan alat transportasi umum di Papua tersebut dibagikan oleh akun Facebook Sigit Arifianto.

Sigit adalah seorang sarjana Ekonomi, Universitas Bengkulu yang mengabdikan dirinya menjadi tenaga pengajar di Papua.

(BACA JUGA: Dampak MotoGP Inggris Batal, Penonton Tuntut Uang Tiket Kembali, Total Lebih Dari Rp 145 M!)

Di sana, Sigit menetap di kampung Abitpasik, District Pepera, Kabupaten Pegunungan Bintang, dengan Ibu Kota Kabupatennya adalah Oksibil.

Dirinya beberapa kali membagikan pengalamannya tinggal dan mengajar di Papua melalui sosial media pribadi miliknya.

Sigit ceritakan, bahwa mobil-mobil mahal yang biasanya menjadi lambang status sosial, di Papua malah menjadi angkutan umum biasa.

Hal ini dikarenakan mobil-mobil jenis tersebut dinilai bandel dan dapat bertahan di medan jalan Papua yang tidak mudah.

Menurut keterangan Sigit, mobil-mobil mewah yang dijadikan angkot tersebut dimiliki oleh warga pendatang, lantaran warga asli belum bisa mengelola.

(BACA JUGA: Kantong Ajaib Mirip Doraemon, Bisa Lindungi Mobil Dari Terjangan Banjir Bandang)

Mobil yang harganya sudah mahal tersebut masih harus ditambah dengan biaya antar yang harganya hampir sama dengan harga mobil.

Sigit menulis, "Harga mobil Rp 500 juta, harus dikirim dari Jayapura menggunakan helikopter dengan biaya Rp 500 juta, total jadi Rp 1 Miliar."

Dituliskannya, bahwa biaya naik angkot mobil mewah ini pun dibanderol dengan harga Rp 500 ribu per-orang untuk perjalanan dengan jarak tempuh kurang lebih tiga jam perjalanan.

Mobil angkutan tersebut digunakan untuk menempuh perjalanan di jalanan yang sudah terbuka.

Satu mobil dapat menampung 11 orang termasuk sopir.

(BACA JUGA: Rahasia Pembalap MotoGP Tetap Nyaman Saat Turun Kondisi Hujan, Peralatannya Khusus)

Sementara perjalanan menuju desa tetap harus ditempuh berjalan kaki menelusuri hutan selama berjam-jam.

"Paling jauh perjalanan 6 jam, biayanya Rp 700 ribu. Kalau lebih dari itu harus berjalan kaki selama berhari-hari," tutur Sigit.

Sementara untuk jarak dekat, tersedia juga ojek motor gede namun dengan biaya yang lebih mahal.

Sigit menuturkan, "Jarak dekat ada ojek, tukang ojek dari Buton. Motornya mesti yang gede ini. Bayarnya 2 kali lipat naik mobil. Kalau mobil Rp 500 ribu, pakai ojek Rp 1 juta."

Untuk urusan bahan bakar, dahulu hanya tersedia kios-kios kecil yang menjual bensin dengan harga Rp 50 ribu per liternya.

(BACA JUGA: Pembalap Lain Mundur, Cuma Jack Miller Yang Ngotot Pengin Turun di Trek Ekstrem MotoGP Inggris)

Namun kini, sudah ada beberapa tempat pengisian bahan bakar bersubsidi sehingga tidak sesulit dulu.

Biaya perjalanan menggunakan angkot mobil mewah tersebut hanya setara dengan biaya makan kurang lebih 3 hari.

Pasalnya, menurut Sigit, biaya sekali makan di daerah itu mencapat Rp 50 ribu, belum termasuk minuman sejenis es teh atau air mineral botol yang berkisar Rp 15 ribu segelas.

"Di sini Rp 500 ribu sudah seperti Rp 50 ribu, sekali makan di sini Rp 50 ribu. Belum termasuk es teh lo," tuturnya.

Mayoritas masyarakat di daerah tersebut berprofesi sebagai petani, namun penghasilan utama mereka berasal dari sari dana desa dan dana bantuan lain.

(BACA JUGA: MotoGP Inggris Dibatalkan Atau Diundur Sama Saja, Tiap Tim Rugi Rp 490 Jutaan)

Dengan segala ketidakmudahan dalam hal transportasi, Sigit malah merasa hal itu menjadi keseruan tersendiri.

Medan jalan yang diwarnai dengan tebing curam, sungai, serta jalanan berbatu ia nikmati sebagai pengalaman yang seru.

"Seru kalau mobil di Papua, mesti ngelewati sungai, jalannya di tepi jurang, belum lagi medan yang berat. Sopir-sopir batu mesti ditraining sm senior2 sebelumnya," ucap Sigit.

Sigit menuturkan, keadaan itu hanya terjadi di Papua bagian pedalaman saja.

Di kota-kota besar seperti Jayapura, Sorong, dan Merauke alat transportasi dan fasilitas lain sudah lebih baik layaknya kota-kota di Pulau Jawa.

(BACA JUGA: Lamborghini Yang Beralamat di Gang Sempit Lunasi Pajak, Tapi Dapat Potongan Rp 68 Juta)