Otomania.com - Minat masyarakat untuk membeli BBM jenis Pertalite mulai menurun.
Hal itu imbas dari kenaikan harga yang dilakukan PT Pertamina sejak (24/3/18) lalu.
Sebelumnya dijual Rp 7.600 per liter sekarang menjadi Rp 7.800 per liter.
Direktur Pemasaran Korporat dan Ritel Pertamina, M. Iskandar mengatakan, memang ada sebagian masyarakat yang beralih menggunakan ke premium ketika harga pertalite naik.
Masalahnya, banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah mengganti nozzle stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dari premium ke pertalite.
(BACA JUGA: Stok Langka, Presiden Instruksikan Pertamina Jaga Distribusi Premium di Seluruh Indonesia)
"Mereka sudah tidak menjual Premium karena tangki BBM sudah diganti dari premium ke pertalite," ujar Iskandar, Selasa (10/4).
Dengan peralihan konsumsi masyarakat ke premium, pola distribusi Pertamina menjadi terganggu.
Makanya, Pertamina ini baru mengirim premium ketika pasokannya sudah habis di SPBU.
Menurut Iskandar, selisih pertalite dan premium kini semakin melebar.
Pertamina berupaya memenuhi pasokan premium.
(BACA JUGA: Kecium, Premium Langka Karena Untungnya Kecil!)
"Pak Menteri ESDM dalam kunjungan ke Jawa Timur bilang, dipasok empat hari sekali. Perilakunya memang seperti itu. Dulu berganti ke Pertalite, sekarang naik lagi (premiumnya)," ujarnya.
Gara-gara itu. Iskandar menyatakan, Pertamina sempat disebut-sebut menahan pasokan premium.
Menurutnya, saat ini pasokan premium sudah aman. "Akhirnya seolah-olah dijatah itu yang jadi masalah. Sekarang evaluasi semua," imbuhnya.
Sayangnya, Iskandar belum memonitor penambahan pasokan Premium di beberapa daerah lantaran adanya lonjakan permintaan.
Meski terus memperbaiki jalur distribusi dan menambah pasokan premium, Iskandar bilang, Pertamina berusaha agar masyarakat tetap menggunakan pertalite.
(BACA JUGA: Pemerintah Desak Pertamina Atasi Kelangkaan Premium)
Caranya dengan memberikan hadiah langsung.
Cara itu cukup efektif menarik konsumen menggunakan pertalite. "Terbukti yang ketat sekarang malah Pertamax," kata Iskandar.
Pada kuartal I-2018, porsi penggunaan premium hanya tinggal 27% di seluruh Indonesia, adapun pertalite sekitar 50% sementara sisanya 23% merupakan konsumsi seri.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menerangkan, penggunaan remium hingga 27 Maret 2018 di wilayah Jawa-Madura-Bali hanya sekitar 1,546 kiloliter (kl).
Sementara konsumsi Premium pada Januari-Maret 2017 lalu sebesar 774.435 kl atau turun sebesar 771.655 kl.
(BACA JUGA: Pasokan Premium Diharapkan Tetap Aman karena Asian Games)
Penggunaan Premium wilayah non Jawa Madura dan Bali pada periode Januari hingga 27 Maret 2018 sekitar 2,03 juta kl.
Sementara realisasi penggunaan premium pada Januari-Maret 2017 sekitar 1,32 juta kl atau ada penurunan konsumsi sebesar 707.855 kl. "Tahun 2018 sampai 27 Maret cuma separuhnya, non Jawa Madura dan 35%," katanya.
Dengan realisasi konsumsi premium seperti itu, Djoko menyanggah jika terjadi kelangkaan Premium di banyak lokasi.
Menurutnya, hingga saat ini, pasokan premium masih mencukupi.
"Cuma saat ini memang ada gangguan distribusi premium. Sementara saat ini banyak masyarakat yang kembali lagi beralih ke premium ketika harga Pertalite naik," ungkap dia.
(BACA JUGA: Tiga Daerah Ini Bakal Langka BBM Premium Agustus-Oktober 2018)
Sebelumnya, malah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai, kelangkaan Premium lantaran SPBU Pertamina yang mengganti nozzle dari Premium ke Pertalite.
Hal ini terkesan ada pemaksaan terhadap konsumsi pertalite, alias bukan melalui edukasi agar beralih konsumsi pertalite.