Otomania.com - Viral kabar tentang Jeep Rubicon milik Mario Dandy Satriyo ketahuan tidak bayar tol.
Padahal setiap pemilik kendaraan diwajibkan membayar tarif jalan tol untuk bisa mengakses jalan bebas hambatan tersebut.
Kabar ini menyeruak setelah Shane Lukas selaku teman Mario Dandy yang juga tersangka kasus pengeroyokan D, anak pengurus GP Ansor, angkat bicara.
Pernyataan Shane ini diungkapkan Happy SP Sihombing yang menjadi kuasa hukumnya.
Menurut Happy, Shane yang sudah berteman dengan Mario sekitar satu tahun belakangan pernah bilang tidak membayar ketika melintasi jalan tol.
"Dia (Mario) juga kalau bawa Rubicon menurut klien kami, dia selalu lewat (tol) tidak bayar. Ada dia bilang, 'ini Shane caranya enggak bayar lewat tol'," ucapnya dikutip dari TribunJakarta.com, Rabu (1/3/2023).
'Kesaktian' Jeep Rubicon Mario Dandy kemudian ditanggapi Danang Parikesit, selaku Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Menurut Danang, semua jenis kendaraan yang melewati jalan tol di Indonesia harus berbayar berdasarkan tarif tol dari masing-masing gerbang.
“Semua kendaraan berbayar yang masuk ke jalan tol. Beberapa pejabat negara dan kendaraan dinas operasi jalan tol dikecualikan. Itu kewenangan dari Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) karena mereka yang memperoleh pendapatan tol,” ungkapnya dilansir dari Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
Baca Juga: Bikin Ngiler, Mobil Baru Jeep Rubicon Versi Mini Dijual Cuma Rp 4 Jutaan, Pas buat Mainan Off-Road
Danang lalu menyebut, kendaraan dinas yang dimaksud adalah mobil dinas operasional jalan tol seperti mobil ambulans, mobil derek, atau mobil bantuan.
Artinya mobil dinas pemerintah sekalipun tetap wajib membayar tarif jalan tol.
Sekadar info, Mario Dandy merupakan anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Kemudian atas kasus pengeroyokan kepada D, Mario dipersangkakan dengan Pasal adalah 355 KUHP Ayat 1. Subsider 354 Ayat 1 KUHP. Lebih subsider Pasal 353 Ayat 2 KUHP. dan Lebih-lebih subsider Pasal 351 Ayat 2 KUHP dan atau 76 C junto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sehingga ia diancam hukuman penjara maksimal selama 12 tahun.