Menanggapi Regulasi Impor, Sri Mulyani Sebut Mobil dan Motor Mewah Barang Tak Penting

Yosana Okter Handono - Kamis, 6 September 2018 | 15:00 WIB

Mobil dan motor mewah (Yosana Okter Handono - )

Otomania.com - Pemerintah resmi melakukan penyesuaian terhadap PPh (Pajak Penghasilan) pasal 22, atas 1.147 pos tarif barang konsumsi diimpor.

Produk otomotif seperi mobil mewah yang didatangkan utuh (CBU) dari luar negeri dan juga motor besar (moge) ikut masuk di dalamnya.

Ini disebut sebagai sebuah strategi untuk menahan pertumbuhan impor sebesar 24,5 persen Januari-Juli 2018, sedangkan ekspor hanya naik 11,4 persen.

Menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan pada semester I/2018 sebesar 2,6 persen dollar AS.

(BACA JUGA:Inovasi Jepang, Jalan Tol Ini Tembus Gedung Perkantoran)

"Kami bersama-sama dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengidentifikasi barang-barang apa saja, yang bisa kita kendalikan dalam situasi yang sekarang ini,"ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (5/9/2018).

Mobil mewah (disebut di atas 3.000cc) motor besar (rinciannya belum detail soal cc mesin) termasuk dalam golongan 210 pos tarif, di mana terkena kenaikan dari 7,5 persen menjadi 10 persen.

"Barang mobil mewah mungkin sebagian sudah mengatakan, dalam situasi seperti ini, itu adalah barang mewah yang bisa dibilang tidak penting bagi negeri ini," ujar Sri Mulyani.

(BACA JUGA:Kilas Balik MotoGP San Marino 2017, Seri Yang Pernah Membuat Seluruh Fans Valentino Rossi Kecewa Berat)

Senada dengan Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, kebijakan yang diambil ini bisa memacu sektor industri, dengan pertimbangan, produk itu sudah ada di Indonesia.

Jadi contohnya kapasitas produksi otomotif hari ini itu 2 juta kendaraan, di mana 1,2 juta domesik dan ekspornya sekitar 250.000 unit.

"Dengan demikian tidak diperlukan lagi impor otomotif. Oleh karena itu kami dalam membatasi impor atau menyetop impor di atas 3.000cc," kata Airlangga.

"Jadi untuk periode ini selain bea masuk tinggi, kita stop saja karena bukan barang kebutuhan masyarakat banyak. Lagipula yang namanya transportasi kita sudah bisa ekspor sudah bisa produksi dan tidak akan ada kekurangan kendaraan," tutupnya.