Otomania.com - Pemerintah Jakarta punya rencana baru untuk tingkatkan minat masyarakat menggunakan transportasi umum. Wacana baru yang berkembang adalah mengenakan tarif bagi mobil pribadi yang masuk kawasan Jakarta.
Usulan ini diajukan oleh Bambang Prihartono, Kepala badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ). "Ini bagian dari progran perencanaan jangka pendek dan panjang. Jangka pendek sudah kami mulai, dan rencana ke depan menerapkan jangka panjang dengan pengenaan tarif bagi setiap mobil pribadi yang masuk ke Ibu Kota," ujar Bambang, Senin (26/3/2018).
Bambang mengatakan, langkah jangka pendeknya adalah pihaknya menyiapkan 1.000 armada bus yang beroperasi tahun ini. Termasuk juga penerapan ganjil-genap, aturan angkutan barang, serta lajur khusus bus yang ada di tol Cikampek-Jakarta.
Rencana ini kata Bambang, masuk dalam program electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar untuk menekan jumlah mobil pribadi yang melintas di Jakarta.
"Kalau tidak demikian (tidak berbayar), maka transportasi umum yang sudah disiapkan pemerintah akan sulit bersaing dengan mobil pribadi. Karena itu kami atur solusinya dengan rencana jangka panjang melalui ERP," jelasnya.
(BACA JUGA: 2019, Pengguna Kendaraan Pribadi Dipaksa Pakai Moda Transportasi Umum)
Menurut Bambang rencana itu juga ditujukan buat kendaraan berpelat nomor luar daerah. "Penerapan ERP ini untuk semuanya. Mau yang plat B atau N, asal masuk Jakarta ya bayar. Tujuannya agar Jakarta tidak penuh seperti sekarang ini," tutur Bambang.
Langkah jangka panjang lainnya, BPTJ akan menyiapkan ruang pemukiman untuk menunggu transportasi umum.
"Permukiman ini terkait transit oriented developmend (TOD). Jadi masyarakat yang tinggal di suatu kawasan nantinya akan meninggalkan mobil pribadi, karena sudah dilayani dengan moda transportasi lengkap. Ini merupakan konsep ke depan dan masuk dari trobosan inovasi BPTJ," ujar Bambang.
Ketika ditanyakan lebih lanjut tentang waktu pelaksanaan, Bambang mengatakan masih perlu waktu. "Kami godok dulu, kami perlu menyusun kerangka kelembagaanya, bicara dengan stakeholder, pemda, pakar-pakar transportasi, dan kerangka regulasi," katanya.
"Itu juga nanti terkait siapa pelaksananya, apakah pemerintah pusat atau daerah, atau kombinasi, atau bahkan pihak swasta," imbuh Bambang.